4 Jenis obat Anastesi Umum Dan Lokal

@Ilustrasi/freepik.com

1. Bupivacain

a. Contoh obat : Buvanest, Decain Spinal, Indevus Spinal, Marcain, Regivel, dan lain-lain.

b. Indikasi:

  • Anastesi spinal untuk operasi abdomen, urologi, DNA tungkai bawah. Anastesi pada operasi, misalnya: blok epidural
  • Blok dan infiltrasi saraf minor dan mayor, analgesik (blok dan infiltrasi saraf minor)
  • Analgesik untuk nyeri pascaoperasi atau nyeri pada saat melahirkan.

c. Kontradiksi

  • Meningitis, tumor, poliomielitis, perdarahan kranial
  • TBC aktif atau lesi metastatik pada kolumna vertebra, septikemia
  • Anemia pernisiosa dengan degenerasi subakut dari Medika spinalis
  • Infeksi pirogenik pada kulit dan atau pada tempat injeksi
  • Syok karsinogenik atau Hipovolemik
  • Gangguan koagulasi darah atau sedang menjalani terapi dengan antikoagulan
  • Hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe amida atau Na Metabisulfit dalam larutan yg mengandung adrenalin. Anastesi spinal atau epidural pada pasien dengan hipotensi yang tidak dikoreksi.
  • Infeksi lokal dan septikemia, blok obstetrik paraservikal
  • Anastesi regional IV  (bier’s block) dan semua pemberian infus IV
  • Anastesi epidural, terlepas dari anastesi lokal yang digunakan

d. Dosis

  • Dewasa 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan > 24jam

e. Efek samping

  • Hipotensi, bradikardi, sakit kepala pasca anastesi spinal. Asidosis yg jelas, hipokalemia dapat meningkatkan resiko terjadinya perburukan  reaksi toksik
  • Mengantuk, parastesia, kolaps sirkulasi, kejang, depresi pernafasan, dan atau henti nafas
  • Reaksi alergi, misalnya lesi pada kulit, urtikaria, edema dan reaksi anafilaktoid.

f. Implikasi Keperawatan

  • Perlengkapan dan obat resusitasi selama tindakan anastesi lokal harus tersedia
  • Masukkan kanul IV sebelum anastesi lokal dilakukan dan di injeksikan secara perlahan dengan aspirasi yang sering
  • Monitor kardiovaskular dan tanda – tanda vital pernapasan
  • Blok saraf periferdapat meningkatkan resiko injeksi intravaskular dan/atau absorpsi sistemik yang mengakibatkan tingginya obat di dalam
  • Anastesi epidural dapat menyebabkan hipotensi dan bradikardi. Heparin dengan berat molekul rendah dan heparinoid dapat menyebabkan hematoma  epidural/ spinal
  • Kurangi dosis pada pasien lanjut usia, kondisi fisik lemah, atau anak <12 tahun, penyakit hati stadium lanjut atau gangguan ginjal berat
  • monitor kecepatan denyut jantung janin pada kehamilan secara hati-hati.

BACA JUGA : Manajemen Obat, Cairan, Elektrolit, dan Nutrisi Pasien di Ruang ICU

2. Propofol

a. Contoh obat: Diprivan, Proanes, Trivam, Fresofol, Recofol

b. Indikasi:

  • Induksi dan pemeliharaan anastesi umum
  • Sedatif untuk pasien dewasa yang mendapatkan Ventilasi buatan dalam ruangan perawatan intensif

c. Kontraindikasi

  • Hipersensitivitas
  • Serasi pada anak dengan batuk rejan atau epiglotitis yang sedang mendapat perawatan intensif
  • Ibu hamil, anak <3 tahun

d. Dosis

  • Dewasa : Induksi pasien dengan/ tanpa pramedikasi : titrasi 40 mg/ 10 detik secara injeksi bolus atau infus hingga gejala klinis memperlihatkan mulai bekerjanya anastesi.
  • Dewasa < 55 tahun : 1.5 – 2.5 mg/kgBB. Pemeliharaan anastesi : 4-12 mg/kgBB/jam dengan infus kontinu atau penambahan sebesar 25-50 mg dapat diberikan sebagai injeksi bolus berulang. Sedatif dalam perawatan intensif : 0.3 – 4 mg/kgBB/jam.
  • Anak : Pemeliharaan : 9-15 mg/kgBB/jam

e. Efek Samping

  • Nyeri lokal pada Induksi
  • Hipotensi, bradikardi, apnea sementara selama induksi
  • Selama masa pemulihan : mual dan muntah, sakit kepala
  • Gejala putus obat dan rasa panas serta kemerahan pada kulit wajah anak-anak.

f. Implikasi Keperawatan

  • Pantau tanda-tanda hipotensi, obstruksi jalan nafas, dan desaturasi O2
  • Gangguan jantung, pernapasan, ginjal, atau hati
  • pasien Hipovolemia atau pasien dalam kondisi lemah
  • Bradikardi
  • Resiko kejang jika diberikan pada pasien epilepsi
  • Gangguan metabolisme lemak atau kondisi dimana emulsi lemak sebaiknya digunakan secara hati-hati
  • Pantau kadar lemak darah pada pasien yang beresiko mengalami kelebihan muatan lemak
  • Jangan digunakan sebagai anastesi obstetrik.

BACA JUGA : Masalah Dalam Kebutuhan Oksigen

3. Fentanil

a. Contoh Obat : Fentanyl, Durogesic

b. Indikasi : Suplemen analgesik narkotik pada anastesi regional atau general

c. Kontraindikasi

  • Depresi pernapasan
  • Cedera kepala
  • Alkoholisme akut
  • Serangan Asma akut, Intoleransi
  • Ibu hamil dan menyusui

d. Dosis

  • Pramedikasi 100 McG IM 30-60 menit sebelum operasi
  • Tambahan pada anastesi regional 50-100 McG IM/IV lambat selama 1-2 menit bila tambahan analgesia diperlukan
  • Pascaoperasi (ruang pemulihan) 50-100 McG IM, dapat diulangi dalam 1-2 jam bila perlu
  • Sebagai analgesik tambahan terhadap anastesi umum : dosis rendah 2 mcg/kg/BB, dosis sedang : 2-20 mcg/kg/BB, dosis tinggi : 20-50 mcg/kg/BB
  • Zat anastesi : 50-100 mcg/kg/BB

e. Efek samping

  • Depresi nafas, kekakuan otot, hipotensi, bradikardia, laringospasme, mual dan muntah
  • Menggigil, tidak bisa istirahat, halusinasi pascaoperasi, gejala ekstrapiramidal bila digunakan dengan trankuilizer seperti droperidol
  • Pergerakan mioklonik, pusing, apnea, reaksi alergi

f. Implikasi Keperawatan

  • Usia lanjut dan pasien lemah
  • Disfungsi hati dan ginjal
  • Penyakit paru
  • Penurunan cadangan pernapasan
  • Anak <2 tahun

BACA JUGA : Kenali Mesin Ventilator dan Indikasi Pengguanaannya, Apa Saja?

4. Ketamin

a. Contoh obat : Ivanes, Ketamine-Hameln, Ketalar, Ktm, Anesject

b. Indikasi:

  • Sebagai zat anastesi tunggal untuk prosedur diagnostik dan operasi
  • Induksi sebelum pemberian zat anastesi umum
  • menambah potensi zat anastesi lain yang memiliki potensi rendah
  • Analgesik dan Anastesi obstetrik

c. Kontraindikasi

  • Pasien dengan kondisi dimana peningkatan tekanan darah dapat membahayakan
  • Preekslamsia atau ekslamsia

d. Dosis

  • Induksi IV awal : 4.5 mg/kg secara lambat (dosis jarang diberikan melebihi 2 mg/kgBB). Untuk diberikan secara lambat sekurang-kurangnya selama 60 detik. IM awal 6.5 – 10 mg/kg

e. Efek samping

  • Depresi pernapasan, apnea dan laringospasme, diplopia dan nistagmus, mual dan muntah, hipersalivasi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan cairan serebrospinal, reaksi efek samping yang jelas.

f. Implikasi Keperawatan

  • Monitor fungsi jantung pada pasien hipertensi atau dekompensasi kordis
  • Hati-hati pada pasien dengan peningkatan tekanan cairan serebrospinal
  • Hindari Stimulasi mekanik pada faring, kecuali jika diberikan bersama relaksan otot
  • Pasien alkoholik kronis dan intoksikasi alkohol akut.

Sumber : Aris N. Ramdhani, DKK. 2018. Buku Saku Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

(DOK/DN)

Exit mobile version