banner 728x250
Opini  

Perilaku Self-Harm pada Remaja

Klikdokter.com

Self-Harm?, mungkin istilah itu masih terdengar asing bagi sebagian orang, namun tak jarang juga orang yang melakukannya. Self-Harm atau kerap disebut juga dengan Self-Injury, adalah perilaku kekerasan/ melukai diri sendiri secara sengaja. Mungkin orang yang masih awam akan terasa aneh ketika mendengar pengertian tersebut, untuk apa orang-orang melakukan itu? Tapi perilaku ini nyata adanya.

Menurut BBC tercatat ada 2.727 orang di tahun 2008-2009, mereka semua berusia di bawah 25 tahun. Dibawa ke rumah sakit karena melukai diri sendiri dengan benda-benda tajam, sungguh jumlah yang luar biasa bukan? 

Baca Juga : Sering Stres? Yuk Simak Tips Hidup Sehat Ala mediaperawat.id

Karena angka yang cukup banyak tersebut, tak heran jika kita pernah menjumpai atau bahkan berteman dengan yang berperilaku demikian.

Sebutlah B (18 tahun), seorang Mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Semarang. Ia mendapat banyak tuntutan dari orang tua dan tidak pernah mendapat pengakuan atas hasil yang dia dapat, membuat dia melampiaskan perasaannya dengan melukai diri sendiri. Dia kerap menggores lengannya dengan benda tajam, atau menggigit kukunya hingga berdarah. 

“Rasanya tuh beda, saat kita terluka tanpa disengaja, dan saat disengaja, rasanya lebih enak.” ujarnyaDia mengakui mendapat rasa lega setelah melakukan self-harm.

Source : Freepik.com

Contoh lain adalah V (18 tahun), seorang Mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Memiliki latar belakang keluarga broken home, ia sering disiksa dan dianiaya oleh kedua orang tuanya. Dia kerap menjadi pelampiasan rasa kesal dari orang tuanya. Ia juga tidak pernah mendapat pengakuan juga atas hasil kerja atau prestasi yang ia lakukan, malahan selalu mendapat tuntutan dari keluarga. Hingga dia mengakui bahwa dia depresi. Akhirnya V sering melampiaskan rasa kesal pada dirinya  dengan melakukan self-harm.

 “Enak banget rasanya (setelah melakukan self-harm).” ucapnya.

Dari dua contoh kasus di atas, yang menjadi sebuah ironi adalah, penyebabnya justru dari keluarga. Keluarga yang seharusnya melindungi dan menjadi tempat bernanung malah menjadi sumber timbulnya pengalaman buruk alias tidak menyenangkan. Itulah pentingnya orang tua agar selalu menghargai dan memberikan dukungan kepada anak jika itu hal yang baik.

Apapun alasannya, meskipun kita mendapat kepuasan, self-harm tetaplah bukan pilihan yang baik untuk dilakukan. Karena perilaku ini sangat merugikan baik diri sendiri dan orang lain. Jika kita menjadikan ini sebagai mekanisme koping untuk manajemen stress, tentu saja itu masuk ke dalam mekanisme koping maladaptif.

Baca Juga : Tips and Trick Atasi Pressure Mahasiswa Keperawatan Tingkat Akhir

Padahal masih banyak pilihan  mekanisme koping adaptif. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan T (19 tahun), seorang Mahasiswi semester 2 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Dia biasa melampiaskan isi hatinya dengan menulis puisi.

Yang terpenting adalah selalu kontrol emosi saat sedang kesal. Bisa dengan melakukan relaksasi nafas dalam atau mendengarkan musik relaksasi. Yang terakhir, yang ingin disampaikan oleh penulis adalah, selalu cintai diri sendiri. Karena dengan mencintai diri kita bisa terhindar dari resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri.

(DOK/FM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *