banner 728x250

Hubungan Kesehatan Mental dan Fisik Perawat dengan Medical Error

Freepik.com
Freepik.com

Distres psikologis adalah keadaan negatif kesehatan mental yang dapat mempengaruhi individu secara langsung atau tidak langsung sepanjang waktu dan berhubungan dengan kondisi kesehatan fisik dan mental lainnya (Caron dan Liu dalam Azzahra, 2017).

Dari tahun 2020 semua masyarakat sudah dilanda masalah-masalah yang menekan psikologis karena pandemi COVID-19. Mulai dari pemisahan dengan keluarga, pekerjaan menjadi lebih berat karena protokol kesehatan dan masalah lain, hingga ketakutan penularan COVID-19. Tekanan-tekanan psikologis ini juga dialami oleh perawat sebagai garda terdepan dalam penanganan pasien COVID-19. Perawat yang yang hingga saat ini dianggap pekerjaannya penuh stressor adalah perawat kritis. 

Baca juga : Teknik Flushing Pada Terapi Intravena

Dalam penelitian oleh Bernadette Melynk (2018), saat sebelum pandemi pun perawat kritis memiliki level stress lebih tinggi dari perawat lainnya. Hal ini disebabkan karena lingkungan klinis yang kompleks, seperti tingkat keakutan pasien, teknologi kesehatan yang selalu berkembang, hingga paparan suara alarm yang keras dan lampu-lampu fluorescent. Pekerjaan perawat kritis memiliki pengaruh buruk pada kesehatan fisik. Shift yang panjang dengan waktu istirahat yang mungkin tidak cukup untuk benar-benar beristirahat menyebabkan waktu tidur yang tidak teratur dan kelelahan, sakit kepala, penyakit kardiovaskuler, masalah pencernaan, dan gangguan musculoskeletal. Selain itu, perawat kritis dituntut untuk memberi asuhan keperawatan pada pasien kritis sehingga mereka akan selalu mengalami kejadian-kejadian traumatik, mereka juga dituntut untuk mengatasi masalah-masalah etik yang dapat muncul setiap waktu.

Source : Freepik.com

Dilansir dari Bernadette Melynk (2018), penelitian menyatakan perawat kritis memiliki prevalensi gangguan post traumatik stres sebesar 24%, sedangkan perawat yang bekerja di area klinis lain memiliki prevalensi 15%. Penelitian juga mengatakan bahwa 23% hingga 28% perawat kritis melaporkan kecemasan (anxiety) dan 15% hingga 30% perawat kritis mengalami depresi.

Medical error adalah penyebab kematian nomor tiga di Amerika dengan lebih dari 250.000 kematian setiap tahun. Eror sering terjadi di layanan-layanan perawatan kritis karena kerumitan kasus pasien dan banyaknya penyakit komplikasi yang menyediakan kesempatan untuk human error. Dampak dari medical error ada yang bersifat reversible atau ringan hingga yang berat atau menimbulkan kecacatan dan bahkan kematian. Hal ini menyebabkan waktu rawat pasien harus diperpanjang sehingga akan memerlukan biaya perawatan tambahan.

Dalam penelitiannya, Bernadette menyatakan bahwa dari semua pengkajian kesehatan (kesehatan fisik, kesehatan mental, PHQ-2, GAD-2, PSS-4, dan ProQOL-4) terdapat kejadian medical error secara signifikan lebih tinggi antara perawat dengan kategori kesehatan buruk dan perawat dengan kategori kesehatan baik. 67% dari perawat dengan skor stress tinggi versus 56.5% dari perawat dengan skor stress sedikit atau nol dilaporkan telah melakukan medical errors pada kurun waktu 5 tahun terakhir. Perawat dengan kesehatan buruk memiliki 32%-62% kemungkinan untuk melakukan medical error. Bernadete juga menyebutkan bahwa perawat yang menerima support di tempat kerja memiliki kesehatan yang lebih baik disbanding perawat-perawat yang tidak menerima support.

Baca juga : Pilihan Intervensi Untuk Mengatasi Gangguan Pola Tidur Pada Anak

Menurut Iwan Dwiprahasto (2004), ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya medical error, antara lain: pengukuran kinerja dan penerapan performance improvement system; menetapkan strategi pencegahan berbasis pada fakta; dan menetapkan standar inerja (performance standards) untuk keamanan pasien.

Menurut Bernadette, support moril sangat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perawat dan juga jumlah preventable medical error yang dapat dilakukan. Pemimpin tenaga kesehan harus memprioritaskan keseluruhan kesejahteraan perawat dan tenaga kesehatan lainnya dengan cara memperbaiki masalah-masalah yang dapat menimbulkan kelelahan dan stress (misalnya shift yang panjang, atau rasio tenaga kerja yang buruk), membuat budaya-budaya kesehatan, dan menyediakan evidence-based program kesehatan yang akan mengoptimalkan pelayanan kesehatan dan keamanan pasien.

(DOK/NV)

Referensi :

Azzahra, F. (2017). Pengaruh Resiliensi Terhadap Distres Psikologis Pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan5(1), 80-96.

Dwiprahasto, I. (2004). Medical Error Di Rumah Sakit Dan Upaya Untuk Meminimalkan Risiko. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan7(01).

Melnyk, B. M., Orsolini, L., Tan, A., Arslanian-Engoren, C., Melkus, G. D. E., Dunbar-Jacob, J., … & Lewis, L. M. (2018). A National Study Links Nurses’ Physical And Mental Health To Medical Errors And Perceived Worksite Wellness. Journal of Occupational and Environmental Medicine60(2), 126-131.

Sabir, N., Arafat, R., & Yusuf, S. (2021). Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Perawat pada Masa Pandemi Covid-19: Literatur Review. Jurnal Keperawatan13(1), 125-138.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *