Berdasarkan kasus, COVID-19 dibedakan menjadi:
- Tanpa gejala (pasien tidak ditemukan gejala)
- Ringan (pasien demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, myalgia dan tanpa hipoksia)
- Sedang (pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat, SpO2 > 93%)
- Berat (pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, SpO2 < 93%)
- Kritis (pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis). (Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 3, 2020)
Kapan Terapi Oksigen Diberikan ???
- Gangguan pernafasan berat (RR > 30x/menit)
- Hipoperfusi/Syok (TD < 90 mmHg)
- Hipoksemia (SpO2 < 90%)
Inisiasi Terapi oksigen
Segera periksa SpO2, tanda klinis tidak dapat diandalkan sebagai indikator untuk mengetahui hipoksemia. Pada pasien tertentu, pertimbangkan periksa Analisa Gas Darah (AGD) sebagai informasi tambahan. Gangguan difusi oksigen dari alveoli kedalam pembuluh darah paru, dapat diperbaiki dengan memperbaiki ventilasi alveolar dan memberikan O2. Titrasi O2 sesuai target SpO2 (92 -96%). Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit). Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif. Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 – 2 jam dengan menggunakan Rumus. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi sukses (ROX index >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX index <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi. Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV. (Protokol Tatalaksana COVID-19 edisi ke-2, Januari 2021)
High Flow Nasal Cannula (HFNC)
HFNC dapat memberikan flow rate gas yang sangat tinggi dalam upaya memenuhi patient’s inspiratory flow demands. Mampu membuat gas yang dialirkan berada pada suhu (31º – 37º C) dengan kelembaban 100%. Dapat memberikan fraksi inspirasi Oksigen (21 – 95%) dengan flow rate (10 – 60) liter/menit. Flow rate dan FiO2 dapat dititrasi secara terpisah berdasarkan kebutuhan pasien dan FiO2 yang dibutuhkan. Untuk mengurangi aerosol dengan cara memaksimalkan FiO2 dan menurunkan flow rate.
Diasumsikan 1 l/menit O2 melalui nasal cannula akan memberikan 4% FiO2 di atas udara ruangan, yang berarti jika diberikan O2 1 l/menit via nasal cannula maka akan memberikan fraksi 25% , jika diberikan 2 l/menit akan memberikan FiO2 29%. Konsep ini dikenal sebagai rule 1:4. HFNC bisa mengatasi kondisi rebreathing CO2 dan mengatasi hiperkarbia pada acute respiratory failure (ARF). HFNC lebih nyaman untuk pasien dibandingkan Ventilasi Non Invasive (NIV) seperti CPAP, NRM ataupun RM. (Protokol Tatalaksana COVID-19 edisi ke-2, Januari 2021)
Buat kalian yg serius ingin belajar ilmu mengenai Asuhan Keperawatan mengenai HFNC, NIV, dan Ventilator langsung ikuti acaranya dgn cara klik digambar aja.
(Dok/DN)