Apa itu ADHD? Mengenal Lebih Dekat ADHD pada Anak

Photo://Freepik.com

Pengertian

ADHD   adalah   istilah   populer,   kependekan   dari Attention   Deficit   Hyperactivity Disorder, (Attention  =  perhatian,  Deficit  =  berkurang,  Hiperactivity  =  hiperaktif,  dan Disorder  =  gangguan).  Dalam  bahasa  Indonesia,  ADHD  berarti  gangguan  pemusatan perhatian  disertai  hiperaktif  (Baihaqi  &  Sugiarmin,  2006). 

ADHD  atau  gangguan pemusatan  perhatian/hiperaktivitas  ialah  suatu  sindrom  yang  timbul  pada  anak  dengan pola  gejala restlessatau  tidak  bisa  diam (hyperactivity),  tidak  dapat  memusatkan perhatian (inattention), semaunya  sendiri (implusive  ) dan  perilaku  penghambat  atau distruktif;  yang  dapat  menyebabkan  ketidakseimbangan  sebagian  besar  aktivitas  hidup mereka  yang  secara  umum  dapat  mengganggu  proses  belajar  disekolah  dan prestasi akademiknya (Saputro, 2009; Semiawan & Mangunsong, 2010; Fanu, 2006, Sugiarmin &  Baihaqi,  2006).Selain  itu  beberapa  karakteristik  yang  nampak  pada  anak  ADHD seperti: seorang anak yang tidak pernah duduk tenang didalam kelas, dia selalu bergerak misalnya; mengetuk-ngetukan jari, menggoyang-goyangkan kaki dst; selain itu, apabila sepanjang hari anak terlalu lelah, merasa tertekan,  maka ia kesulitan melakukan fungsi perhatian  yang  menyebabkan  terjadi  adanya  mengalami day  dreaming  episodesatau bisa  disebut  bengong;atau  anak  yang  selalu  bosan  dengan  tugas  yang  dihadapi  dan selalu bergerak ke hal lain, adalah bentuk perilaku umum lainnya yang menjadi ciri khas dari ADHD (Davison,Neal, & Kring,2006)

Gangguan pemusatan perhatian  dan  hiperaktif  yang  sering  disebut  sebagai Attention  Deficit  Hyperactive Disorder(ADHD)  yaitu  suatu  sindrom  neuropsikiatrik  yang  akhir-akhir  ini  banyak ditemukan pada anak-anak, biasanya disertai dengan  gejala hiperaktif dan tingkah laku yang implusif.Menurut DSM-IV-TR ADHD ini ditandai denganadanya ketidak mampuan anak dalam memberikan  perhatiannya  pada  sesuatu  yang  dihadapi  secara  utuh,  disamping  itu  anak ADHD  mudah  sekali  beralih  perhatiannya  dari  suatu  aktivitas  ke  aktivitas  yang  lain. Sehingga  rentang  perhatiannya  sangat  singkat  waktunya dibandingkan  anak-anak  lain seusianya.

Baca Juga : Metode Bobath untuk Saraf

Gejala kurang konsentrasi yang terjadi pada anak ADHD dapat mengganggu masa perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. Beberapa   perilaku   yang   nampak   seperti;   cenderung   bertindak   ceroboh,   mudah tersinggung,  lupa  pelajaran  sekolah  dan  tugas  rumah,  kesulitan  mengerjakan  tugas disekolah  maupun  dirumah,  kesulitan  dalam  menyimak,  kesulitan  dalam  menjalankan beberapa   perintah,   melamun,   sering   keceplosan   dalam   berbicara,   tidak   memiliki kesabaran  yang tinggi, sering membuat  gaduh, berbelit-belit dalam berbicara, dan suka memotong  serta  ikut  campur  pembicaraan  orang  lain  adalah  bentuk  perilaku  umum lainnya yang menjadi ciri khas ADHD. Selain itu mereka juga cenderung bergerak terus secara konstan dan tidak bisa tenang. Akibatnya, mereka sering kesulitan untuk belajar disekolah, mendengar dan mengikuti instruksi orangtua dan bersosialisasi dengan teman sebayanya (Flanagen, 2005;Fanu, 2006). Kekurangan utama yang dialami anak ADHD merupakan  hambatan  yang  mencolok  antara  diri  mereka  sendiri  dan  akibat  yang menyertai  dalam  kehidupannya.  Hal  ini  menyoroti  permasalahan  anak  ADHD  yang selalu  dianggap  tidak  kooperatif  dan  sangat  nakal.  Anak  ADHD  tidak  memberi  respon ketika   diberi   pengarahan   dengan   carayang   sama   seperti   anak   lain,   dikarenakan kurangnya  kemampuan  mereka  dalam  berkonsentrasi  dan  dalam  menyikapi  tugas ataupun beraktifitas (Baihaqi & Sugiarmin, 2006).

Ilustrasi ; Freepik.com

Menurut  Judarwanto  (2006)  anak  ADHD  umumnya  memiliki  kemampuan  konsentrasi yang  rendah  yaitu  ketidakmampuan  untuk  mempertahankan  perhatian  terhadap  suatu kegiatan.     Kurang     konsentrasi     sendiri     memiliki     pengertian     tidak     mampu mempertahankan perhatian sehingga rentang perhatiannya sangat singkat. Dalam DSM-IV-TR  (2005)  dijelaskan  bahwa  anak  yang  mengalami  gangguan  ADHD  mempunyai ciri-ciri  sering  gagal  dalam  memberi  perhatian  secara  erat  terhadap  suatu  kegiatan  dan mengalami  kesulitan  dalam  menjaga  perhatian  atau  konsentrasi  dalam  menerima  tugas dan kegiatan bermain.

Epidemiologi

Prevalensi  ADHD  di  Amerika  pada  kalangan  anak  adalah  sekitar  5%,  dan  2,5%  pada  kalangan dewasa. Rasiolaki-laki  dibanding  perempuan  adalah  2:1.  Anak  perempuan  menunjukkan  lebih  sedikit  gejala disruptif, namun lebih banyak menunjukkan gejala inatensi, serta cemas dan depresi. Sedangkan anak laki-laki lebih  banyak  menunjukkan  perilaku  disruptif  (Andrés  Martinet    al.,  2018). Tinjauan  sistematik  terhadap  102 penelitianyang  meliputi  171.756  subyek  ditemukan  prevalensi  ADHD  di  seluruh  dunia  adalah  5,29%. Kelompok  usia  anak  ditemukan  prevalensi  6,5%,  dan 2,7%  untuk  kelompok  usia remaja  (Sayalet  al.,  2018). Variasi  prevalensi  pada  beberapa  studi  bisa  disebabkan  karena  perbedaan  kriteria  diagnostik  dan  metode penelitian yang digunakan (Sayal et al., 2018). 

Baca juga : Mengenal Sistem Sirkulasi Aliran Darah (Cardiac Output, Curah Jantung, MAP dan Pulse Pressure)

Prevalensi  anak dengan  ADHD  di  Indonesia  masih  belum  banyak  yang  mengkaji.  Penelitian  pada sekolah  dasar  di    Kabupaten  Sleman  Yogyakarta  pada  tahun  2000 menunjukkan  prevalensi  ADHD  9,5%,  dan padasebuah  penelitian  terbatas  yang  dilakukan  tahun  2009  menyebutkan  2,9%  sampel  dewasa  mempunyai gejala  sisa  ADHD  dengan  rasio  laki-laki  dua  kali  lebih  banyak  dibandingkan  perempuan  (Saputro  D., 2012). Data  jumlah  pasien  baru  anak  dengan  GSA  di  Unit  Rawat  Jalan  Jiwa  Anak  Day  Care  RSUD  dr.  Soetomo Surabaya tahun 2017 adalah 32 anak, meningkat dibanding jumlah pasien baru pada tahun 2016 sejumlah 29 anak.

Etiologi

Etiologi  dari  ADHD  memang  belum  jelas  diketahui.  Faktor  neurobiologi  diduga  salah  satu  faktor yang cukup kuat untuk timbulnya gangguan ini. Pemaparan zat toksik prenatal, prematuritas, dan mekanisme kelahiran  yang  mengganggu  sistem  saraf  diperkirakan  berhubungan  dengan  gangguan  ini (Franke et  al., 2017).

Faktor psikososial juga diduga memiliki peran pada ADHD. Beberapa faktor yang diduga berhubungan atau sebagai penyebab ADHD antara lain Faktor Genetik, riset yang dilakukan pada anak kembar dan anak adopsi, menunjukkan tingkat heritabilitas antara 60%-90% (Faraoneand Larsson, 2018). Genetik berpengaruh 76%  terhadap  kejadian  GPPH  pada  anak  dan  gen  spesifik  yang  berhubungan  dengan  GPPH  yaitu  gen transporter dopamin (DAT1) pada khromosom 5 dan gen D4 reseptor dopamin (DRD4) pada khromosom 11 (Li et  al., 2014).  Beberapa regio  kromosom  yang  sering  terlibat  dalam  manifestasi  klinis  ADHD  antara  lain kromosom  5p12,  10q26,  12q23,  16p13,  15q15,  7p13,  9q33,  8q12,  11q23,  4q13,17p11,  12q23,  dan  8p23 (Andrés Martin et al., 2018). 2)Faktor Lingkungan, antara lain adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol, penggunaan  obat-obatan  atau  anemia  selama  kehamilan,  dan  kelahiran  anak  yang  prematur (Waldie et  al., 2017), zat  aditif  pada  makanan (Schneider-Momm et  al.,  2018),  serta intoksikasi  logam  berat  timbal (Daneshparvar et al., 2016).

Manifestasi Klinis

Diagnostic  &  Statistical  Manual  of  Mental  Disorder  5  th  edition (2013)  dari American  Psychiatric Association,  menyebutkan  ciri  penting  dari  ADHD  adalah  pola  persisten  dari  kurangnya  perhatian  dan  atau hiperaktivitas  serta  impulsivitas  yang  mengganggu  fungsi  atau  perkembangan. 

Diagnosis  ADHD  didasarkan pada  riwayat  klinis  yang  bisa  didapatkan  dari  wawancara  dengan  pasien  dan  orangtua  serta  informasi  dari guru. Diagnosis ADHD menurut DSM-5, sesuai dengan kriteria di bawah ini:

  • Setidaknya ditemukan 6 dari 9 gejala dan atau 6 dari 9 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas. Untuk usia 17tahun atau lebih, cukup ditemukan 5 dari masing masing gejala.
  • Beberapa gejala inatensi dan hiperaktif-impulsif muncul sebelum usia 12 tahun
  • Gejala tersebut muncul pada minimal dua setting tempat yang berbeda (misal di rumah dan di sekolah
  • Didapatkan  bukti  bahwa  gejala  tersebut  berpengaruh  menurunkan  kualitas  fungsi  sosial,  akademis  danpekerjaan
  • Gejala tersebut bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa yang lainManifestasi     klinis     gejala-gejala     tersebut     dapat     merupakan     predominan     inatentif,     predominan hiperaktif-impulsif,    atau    kombinasi    dari    keduanya.    Berdasarkan    fungsi    sosial    individu    dengan ADHD,   dapat dikelompokkan menjadi ringan sedang dan berat (APA, 2013)

Penanganan

Fokus   utama   tatalaksana   ADHD   adalah   perbaikan   atensi,   dan   mengurangi   perilaku   disruptif yang  sering  menyertai(Andrés  Martin et  al.,  2018).  Secara  garis  besar,  tatalaksananya  meliputi  terapi farmakologis  (stimulansia,   yakni   metilfenidat   dan   amfetamin,   serta  penghambat  reuptake   NE   selektif seperti  atomoxetin),dan non farmakologis seperti terapi perilaku, CBT, Neurofeedback, dan lain-lain.

Daftar Referensi

Andrés  Martin,  E. et  al.(2018) LEWIS’S  CHILD  AND  ADOLESCENT  PSYCHIATRY AComprehensive Textbook FIFTH EDITION.APA (2013) DSM-5. 5th edn. Washington DC: American Psycjiatric Publishing.

Cortese, S. and Coghill, D. (2018) ‘Twenty years of research on attention-deficit  /  hyperactivity  disorder (ADHD): looking back, looking forward’, Evidence Based Mental Health, pp. 1–4.

Daneshparvar,  M. et  al.(2016) ‘The Role of Lead Exposure on Attention-Deficit/  Hyperactivity  Disorder in Children: A Systematic Review.’, Iranian journal of psychiatry, 11(1), pp. 1–14. Dark,  C.,  Homman-ludiye,  J. and  Bryson-richardson, R. J. (2018) ‘The Role of ADHD Associated Genes in Neurodevelopmen’, Developmental Biology. Elsevier Inc.

Hatiningsih, N. (2013). Play therapy untuk meningkatkan konsentrasi pada anak attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Jurnal ilmiah psikologi terapan1(2), 324-342.

NH, F. A., & Setiawati, Y. (2017). Interaksi Faktor Genetik dan Lingkungan pada Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Jurnal Psikiatri Surabaya6(2), 98-107.

Van  Doren,  J. et  al.(2018) ‘Sustained effects of neurofeedback in ADHD: a systematic review and meta-analysis’, European  Child  and  Adolescent  Psychiatry.  Springer  Berlin  Heidelberg,  (0123456789),  pp. 1–13Faraone, 

Exit mobile version