Mediaperawat.id – Jakarta (8/7), Imam Subhi menjelaskan perawat anggota PPNI sah bekerja pada area pelayanan anestesi. Informasi yang mengatakan tidak membenarkan perawat ditempatkan di pelayanan anestesi dengan alasan tidak sesuai dengan Permenkes No. 18 Tahun 2016 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi itu sangat tidak benar.
“Permenkes 18/2016 mengatur profesi Penata Anestesi bukan mengatur pelayanan anestesi. Artinya ada atau tidak adanya Permenkes tersebut tidak ada hubungannya dengan profesi perawat,” ujar Imam Subhi ketika memberikan materi pada sertifikasi Perawat Anestesi yang diselenggarakan oleh Pusdiklat PKU Muhammadiyah Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, Jumat 8/7/2022
Tambah Imam, jelas tidak ada, Permenkes 18/2016 tersebut hanya mengatur rumah tangga Profesi Penata Anestesi bukan mengatur rumah tangga Profesi Perawat maupun Profesi Dokter.
Menurutnya, munculnya pernyataan Perawat tidak bisa memberikan pelayanan anestesi karena tidak diatur dalam Permenkes 18/2016, maka Imam Subhi juga mengatakan pada Permenkes tersebut juga tidak mengatur dokter sebagai PPA dalam pelayanan anestesi karena Permenkes 18/ 2016 merupakan rujukan bagi profesi Penata Anestesi bukan rujukan pelayanan anestesi.
“Sebagai Perawat, dasar hukum yang sangat mengikat dalam memberikan pelayanan anestesi diatur pada Permenkes 519 tahun 2011 tentang Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif,” tambah Ketua PP HIPANI Periode 2022-2027, Imam Subhi
Imam menambahkan Permenkes 519/ 2011 telah mengatur secara konprehensif Profesional Pemberi Asuhan (PPA) anestesiologi terdiri dari Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), Dokter PPDS, Perawat Anestesi dan Perawat yang semuanya disebutkan pada BAB V tentang ketenagaan.
BACA JUGA: Apa Perbedaan Perawat Anestesi & Penata Anestesi?
Selanjutnya, kata Imam, Anestesi merupakan kompetensinya kedokteran seharusnya bila merujuk pada UU Praktik Kedokteran, hanya Perawat dan Bidan yang dapat menerima pelimpahan mandat maupun pelimpahan delegatif sesuai dengan penjelasan pasal 73 ayat 3 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
“Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan,” ujarnya mengutip bunyi penjelasan petikan UU Praktik Kedokteran.
Disamping itu, adanya KMK 425/ 2020 yang mengatur tentang standar profesi perawat, menurutnya merupakan pengakuan terbesar negara terhadap keberadaan Profesi Perawat Anestesi.
“Kalau ada yang mengatakan standar profesimu apa ? lihat Bab IV KMK 425/ 2020, Ilmu Keperawatan meliputi salah satunya pada Point 26 menyebutkan anestesiologi,” sebut Imam
Dalam sambutannya, Kepala Pusdiklat PKU Muhammadiyah RSIJ Cempaka Putih Nuri Indrastuti meminta Pengurus Pusat Himpunan Perawat Anestesi Indonesia (PP HIPANI) agar lebih giat lagi mensosialisasikan keberadaan profesi Perawat Anestesi.
“Jangankan pemberi pelayanan. Saya yakin, masih banyak yang belum memahami terkait keberadaan Penata Anestesi dan Perawat Anestesi, termasuk pihak manajemen Rumah Sakit. Ini menjadi PR terberat pengurus HIPANI, walaupun saya tidak lagi bekerja sebagai perawat tapi jiwa saya masih tetap perawat,” tutupnya.(*)