Mediaperawat.id,JEMBER – Kisah Pilu datang dari salah satu perawat Honorer, Namanya Hofiah Angraeni (40) warga Kelurahan Jumerto, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Ia adalah salah seorang perawat, yang berdinas di Puskesmas Banjarsengon wilayah setempat.
Rekan sejawatnya, memanggil dengan nama sapaan Hofi.
Hofi, lulus Akademi Perawat pada Tahun 2004 di salah satu kampus ternama di Jawa Timur.
Sejak kecil, perempuan ini bercita-cita ingin mengabdikan diri menjadi seorang perawat.
Dia memutuskan pilihan hidup mengabdikan diri, sebagai tenaga honorer sejak 2005 silam dengan gaji seikhlasnya.
Kendati demikian, sebagai manusia pada umumnya Hofi tetap berharap bagaimana statusnya dan nasibnya bisa berubah serta ada perhatian oleh pemerintah.
Dilansir dari suara indonesia, Hofi sadar, diusianya yang tidak lagi muda dan dengan dua orang anak tetap bermimpi memiliki status yang jelas seperti rekan kerjanya yang lain.
Bahkan, aktivis kesehatan ini harus mengubur mimpinya dalam-dalam, karena sudah tidak bisa menjadi pegawai negeri sipil.
Dengan gaji pas-pasan hanya cukup mengganti bensin, Hofiah harus memutar otak menjadi penjual kue pesanan di sela-sela kesibukannya.
“Sudah tidak bisa menjadi PNS. Bisanya, hanya P3K atau SK bupati selain itu, sudah tidak bisa,” ungkapnya dengan nada menyentuh.
Sebagai karyawan honorer, dirinya merasa semakin kuat, ketika ada seribu lebih tenaga kesehatan juga bernasib sama.
“Saya merasa ada harapan, ketika ada ketika ada rekan seprofesi saya kompak menyuarakan lewat FHTK,” ungkap Hofi dengan nada menyentuh dan berkaca-kaca.
Dirinya merasa ada angin segar, saat pihak DPRD Komisi D sebelumnya berkomitmen, ingin memperjuangkan nasib para nakes.
“Tetapi, saat ini mulai redup dan tidak ada kabar kembali. Katanya mau ada rapat gabungan. Tetapi, seperti mati suri saja,” ucapnya.
Sebagai rakyat kecil, Hofi hanya bisa diam dan berdo’a agar para wakil rakyat bisa tetap menepati komitmennya.
“Bisa kami hanya bisa berdo’a, menangis dan hanya berharap, hati para wakil rakyat bisa tetap memperjuangkan kami,” lanjutnya.
Diakhir komentarnya, dirinya berpesan, agar Bupati Jember bisa melihat para perawat dengan hati.
“Lihat kami lebih dekat Bapak, nasib kami terkatung-katung. Semoga bapak bisa mendengar jeritan tangisan kami,” tuturnya.