Mediaperawat.id – Di tengah keterbatasan sistem pelayanan dan kesejahteraan tenaga kesehatan di Indonesia, tidak sedikit perawat yang memilih berkarir di ke luar negeri. Mengapa hal itu terjadi?
“Gajinya lebih besar, kerja lebih manusiawi dan kami dihargai.”
Kalimat itu sering terdengar dari para perawat Indonesia yang memutuskan untuk berkarir di luar negeri. Tapi, benarkah sesederhana itu?
Di balik Keputusan meninggalkan kampung halaman, ada cerita panjang tentang sistem yang belum siap, peluang yang menggoda dan harapan akan hidup yang lebih baik.
Bukan cerita tentang pergi semata, tapi tentang mengapa mereka merasa harus pergi. Sebuah Keputusan yang mungkin terlihat sederhana dari luar, tapi menyimpan alasan-alasan yang layak kita pahami lebih jauh.
Mengapa para perawat rela meninggalkan tanah air? Apa yang benar-benar mendorong mereka untuk pergi, dan tantangan apa yang harus mereka hadapi di negeri orang?
Lalu, bagaimana nasib mereka yang memilih tetap tinggal, adakah harapan untuk tetap dihargai dan diakui tanpa harus pergi? Cari tahu penjelasannya dalam artikel di bawah ini, baca sampai selesai yuk!
Indonesia Kirim Perawat ke Mana Saja?
Beberapa negara seperti Jepang, Arab Saudi, Jerman, Australia dan Taiwan menjadi tujuan favorit perawat Indonesia. Program seperti IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement) bahkan secara resmi memfasilitasi kerjasama pengiriman perawat ke Jepang.
Tapi bukan berarti jalan ke sana selalu mulus. Mereka harus lulus uji kompetensi Bahasa, adaptasi budaya bahkan siap menghadapi perbedaan standar praktik keperawatan.
Baca Juga: Ekspor Tenaga Perawat: Ketika Pemerintah Melihat Perawat Sebagai Barang Dagangan
Kenapa Mereka Pergi?
Secara umum, seorang perawat memilih berkarir di luar negeri karena merasa gaji yang diterima sangat cukup dan bahkan lebih besar daripada berkarier di dalam negeri.
Perawat di luar negeri bisa mendapatkan penghasilan lima sampai sepuluh kali lipat dibandingkan di Indonesia. Tapi ternyata, bukan hanya uang yang jadi alasan. Pilihan berkarier di luar negeri juga didasari oleh beberapa alasan ini:
1. Rasa dihargai sebagai professional.
2. Fasilitas dan perlindungan kerja yang lebih manusiawi.
3. Kesempatan belajar dan berkembang.
Alasan-alasan ini kemudian mendorong para perawat untuk menempuh proses migrasi yang tidak singkat. Sebuah studi dari Universitas Airlangga tahun 2023 menjelaskan bahwa migrasi perawat itu melalui tiga fase : persiapan (pra-imigrasi), masa kerja di luar negeri (migrasi), dan saat pulang kembali (pasca-imigrasi).
Masing-masing fase punya tantangannya sendiri-termasuk tekanan mental, rindu keluarga, hingga keterampilan yang tidak terpakai (deskilling). Dengan kata lain, Keputusan untuk pergi bukan hanya soal iming-iming gaji tinggi, tetapi juga merupakan proses kompleks yang sarat perjuangan dan pengorbanan.
Apa Indonesia Rugi?
Jawabannya, bisa Ya, bisa juga Tidak. Di satu sisi, ada manfaat besar, yaitu uang yang dikirim ke keluarga (remintasi), ilmu baru yang dibawa pulang dan citra baik perawat Indonesia di dunia.
Tapi di sisi lain, kita kekurangan tenaga keperawatan di dalam negeri, terutama di daerah terpencil. Selain itu, negara belum siap secara sistemik untuk menampung atau memanggil kembali mereka yang sudah kerja di luar.
Menurut Jurnal Ketenagakerjaan Kemenaker RI, dari ribuan permintaan tenaga perawat oleh negara asing (job order), hanya 9% yang benar-benar bisa terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesiapan dan pelatihan berstandar internasional.
Solusi Agar Perawat Nyaman Berkarier di Dalam Negeri
Dengan gaji yang besarnya berkali lipat dan beberapa keuntungan lain yang menunjang karier, memilih berkarir di luar negeri menjadi salah satu pilihan terbaik. Namun, di tengah isu kekurangan tenaga keperawatan yang terjadi di dalam negeri, hal ini dapat memicu terjadinya krisis tenaga keperawatan yang berdampak buruk bagi sistem pelayanan kesehatan.
Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan oleh pemangku kebijakan di tanah air.
1. Perbaiki sistem kesejahteraan: Gaji, tunjangan dan jam kerja yang manusiawi.
2. Buat jalur migrasi resmi yang aman: Supaya hak-hak mereka tetap terlindungi.
3. Bangun program “brain circulation”: Perawat yang pulang dari luar bisa jadi mentor atau pengajar.
4. Kurikulum keperawatan berbasis global: Supaya siap kerja di dalam dan luar negeri.
Dan yang paling penting, berikan penghargaan dan rasa hormat yang pantas untuk perawat. Karena mereka adalah ujung tombak sistem Kesehatan kita.
Fenomena perawat Indonesia bekerja di luar negeri tidak bisa dicegah dan memang tidak perlu dicegah. Yang perlu kita lakukan adalah menyiapkan sistem yang adil dan manusiawi, baik untuk yang memilih tinggal maupun yang memilih pergi. Karena pada akhirnya, bukan soal “tinggal atau pergi” tapi, tentang bagaimana kita memperlakukan mereka yang merawat kita.
Referensi :
Pradipto, dkk. (2024). Perjalanan Migrasi Perawat Indonesia.
Riesa, dkk. (2023). PMI Tenaga Kesehatan: Bagaimana Menangkap Peluang Besar di Pasar Global?
Yani, Achir, dkk. (2024). Socio-Cultural Factors Influencing Indonesian Nurses to Stay Working in Indonesia : A Qualitative Study.
Effendi, Ferry, dkk. (2021). Going Global : Insights of Indonesian Policymakers on International Migration of Nurses.Effendi, Ferry, dkk. (2017). IJEPA : Gray Area for Health Policy and International Nurse Migration.