Mediaperawat.id – Atoni Meto atau lebih dikenal dengan orang Timor adalah salah satu suku di Nusa Tenggara Timur yang mendiami bagian barat pulau Timor. Suku atoni meto hidup, bersosialiasi dan mengikuti segala bentuk perkembangan zaman yang ada layaknya suku-suku lain yang ada di Indonesia. Berada dalam era modernisasai seperti sekarang ini, tidak membuat suku atoni meto melupakan nilai-nilai, tradisi dan budaya leluhur. Suku atoni meto masih memegang teguh dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya leluhur secara turun temurun. Salah satu nilai budaya leluhur yang masih dipegang teguh dan dijalankan oleh suku atoni meto adalah ritus kaos nono. Kaos nono adalah suatu ritus penurunan marga yang dipakai seorang wanita ketika masih bujang diganti dengan marga laki-laki suku atoni meto yang menikahinya. Dalam perkawinan suku atoni meto, nama marga suami dipakai oleh isteri sebagai identitas diri baik secara hukum adat maupun pemerintahan.
Janer Benu dalam penelitiannya menjelaskan bahwa atoni meto meyakini jika sepasang suami isteri sudah melakukan ritus kaos nono maka kehidupan mereka lebih nyaman dalam rumah tangga atau mereka tidak akan mengalami kendala-kendala. .Jika tidak melakukan kaos nono maka membawa dampak yaitu mengalami nasib sial atau atau mendapatkan tantangan dalam kehidupan rumah tangga, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stevania, menurutnya suku atoni meto percaya bahwa kesejahteraan rumah tangga tergantung pada pelaksanaan kaos nono itu sendiri.
Ritus kaos nono yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga memiliki pengertian yang sangat luas bagi suku atoni meto, salah satu maksud dari kesejahteraan rumah tangga dikaitkan dengan kepemilikan anak atau keturunanan. Terdapat beberapa pasangan suku atoni meto yang dewasa ini melakukan perkawinan dengan tidak melakukan ritus kaos nono. Beberapa diantara pasangan-pasangan yang tidak melakukan ritus kaos nono ini secara kebetulan belum memiliki keturunan, fenomena ini dikaitkan oleh tua-tua adat suku atoni meto dengan ritus kaos nono. Tua-tua adat suku atoni meto meyakini bahwa pasangan-pasangan nikah suku atoni meto yang tidak memiliki keturunan itu dikarenakan karena mereka belum menyelesaikan ritus adat kaos nono. Pada kenyataannya diantara pasangan-pasangan nikah juga ada yang tidak melakukan ritus kaos nono dan tetap memiliki keturunan namun tua-tua adat tetap bersikukuh bahwa memang ada orang-orang yang masih terikat dengan ritus kaos nono dan adapula yang tidak terikat. Orang-orang yang masih terikat ritus kaos nono inilah yang susah mendapatkan keturunan setelah menikah jika tidak melakukan ritus kaos nono.
Baca Juga :
- Perawat Jadi Sorotan Di Cross Talk Kanker Anak
- Mengenal Bedah Cangkok Jantung atau Coronary Artery Bypass Graft (CABG) Sebagai Penanganan Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang Parah
- Terobosan Baru: Ners Kini Bisa Menjabat Sebagai Direktur Rumah Sakit Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023
- HARUS WASPADA DENGAN INI! Mengenal 7 Kode Darurat di Rumah Sakit
- Penerapan Transcultural Nursing Sebagai Jawaban Terhadap Ritus Kaos Nono Suku Atoni Meto
Budaya memiliki peranan penting dan mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat, budaya dapat membenuk kebiasaan, respon terhadap kesehatan dan penyakit, penerimaan diagnosis, penerimaan terhadap tindakan pencegahan penyakit, penerimaan terhadap promosi kesehatan serta mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit mapun menyembuhkan diri dari penyakit. Kemandulan pasangan usia subur suku atoni meto yang dikaitkan dengan tidak dilakukannya ritus kaos nono sudah melekat erat dalam pandangan dan cara berpikir beberapa orang dalam suku atoni meto yang mendiami wilayah timor. menghadapi problema ini perawat dituntut untuk lebih professional dalam menerapkan asuhan keperawatan agar tidak berbenturan dengan kepercayaan adat yang dimiliki masyarakat. Penerapan teori transcultural nursing merupakan jawaban tepat untuk menghadapi suku atoin meto yang masih terbelenggu oleh kepercayaan adanya hubungan antara ritus kaos nono terhadap kemandulan seoarng wanita.
Teori transcultural nursing dapat membantu perawat mengamati latar belakang budaya klien, keluarga dan komunitas dikaitkan dengan kesehatannya dan menggunakan pengetahuan itu utuk membantu rencana keperawatan yang akan membantu klien, keluarga dan komunitas memiliki pengetahuan yang benar tentang masalah kesehatan yang dialami. Pada era perkembangan dan modernisasi ini perawat Indonesia dewasa ini masih tetap ditantang untuk melaksanakan asuhan keperawatan berbasis teori transcultural nursing. mampukah titisan-titisan Florence nightingale di bumi Indonesia menjawab tantangan ini? mari kita renungnkan.(*)