banner 728x250

Prosedur Khusus Pemasangan Nasal Kanul Terapi Oksigenasi

Photo://Freepik.com

MediaPerawat.id – Terapi oksigen membantu orang dengan penyakit paru-paru atau masalah pernapasan mendapatkan oksigen yang dibutuhkan tubuh mereka untuk berfungsi. Oksigen ini merupakan tambahan (tambahan) untuk apa yang dihirup dari udara. Setiap orang mungkin juga mendengar istilah terapi kebutuhan oksigen tambahan.

Terapi oksigen memberi tubuh oksigen yang tidak didapatnya saat menghirup udara. Bahasa awamnya ialah banyuan tambahan untuk sistem pernapasan.

Ketika manusia bernapas melalui mulut atau hidung, tubuh akan menghirup udara. Udara mengandung 80% nitrogen dan 20% oksigen. Paru menyaring oksigen dari udara ini. Mereka kemudian mengirim oksigen melalui pembuluh darah ke organ, jaringan, dan sel.

Ketika memiliki masalah paru, jumlah oksigen tidak cukup mencapai sel-sel untuk menjaga tubuh dan organ bekerja sebagaimana mestinya. mengembangkan kadar oksigen darah rendah (hipoksemia). Seiring waktu, hipoksemia dapat menyebabkan kerusakan organ dan kegagalan organ. Kekurangan oksigen bisa mengancam jiwa.

Pengertian Prosedur

Menurut Suparmi dalam Liberty (2018), nasal kanul adalah alat sederhana yang sering digunakan untuk menghantarkan oksigen. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16– 20 kali permenit dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 22–44%, dengan cara memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung hanya berkisar 0,6–1,3 cm dan mengaitkannya di belakang telinga (Kusnanto,2016).

Baca juga : Menelisik Hyperbaric Oxygen Terapi Oksigen 100% Penuh

Nasal Kanul merupakan suatu alat sederhana yang memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi 24%-44%. Indikasi : Pada pasien yang dapat bernafas dengan spontan tetapi masih membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak). Pada pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asma, PPOK, atau penyakit paru yang lain. Dan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang (Potter & Perry, 2010). Kontra Indikasi : Pada pasien dengan obstruksi nasal, apneu. Fraktur dasar tengkorak kepala, dan trauma maksilofasial (Potter & Perry, 2010).

Indikasi Prosedur

Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo (2012), indikasi terapi oksigen adalah :

  1. Pasien hipoksia.
  2. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal.
  3. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal.
  4. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
  5. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
  6. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah

Alat dan Bahan Prosedur

  1. Tabung oksigen (O2) lengkap dengan manometer.
  2. Pengukur aliran flow meter dan humidifier.
  3. Kanul nasal.
  4. Selang oksigen.
  5. Plester / pita.

Sistematika Prosedur

Tahap pra interaksi:

  1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien.
  2. Cuci tangan.
  3. Siapkan alat.

Tahap orientasi :

  1. Beri salam, panggil klien dengan namanya.
  2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
  3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.

Tahap kerja:

  1. Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk memberikan kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih mudah.
  2. Pasang peralatan oksigen dan humidifier.
  3. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan , biasanya 1 – 6 liter / menit , aliran 1 – 5 liter / menit  dengan konsentrasi Oksigen 24-44 %. Kemudian , observasi humidifier dengan melihat air
  4. Periksa aliran oksigen pada selang.
  5. Sambung nasal kanul dengan selang oksigen.
  6. Pasang nasal kanul pada hidung.
  7. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan selang serta kaitkan dibelakang telinga atau mengelilingi kepala. Yakinkan kanul masuk lubang hidung dan tidak ke jaringan hidung.
  8. Plester kanul pada sisi wajah, selipkan kasa di bawah selang pada tulang pipi untuk mencegah iritasi.
  9. Kaji respon klien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti warna, pernafasan, gerakan dada, ketidaknyamanan dan sebagainya.
  10. Periksa aliran dan air dalam humidifier dalam 30 menit.
  11. Kaji klien secara berkala untuk mengetahui tanda klinik hypoxia, takhikardi, cemas, gelisah, dyspnea dan sianosis.
  12. Kaji iritasi hidung klien. Beri air / cairan pelumas sesuai kebutuhan untuk melemaskan mukosa membran.
  13. Catat permulaan terapi dan pengkajian data

Tahap terminasi :

  1. Evaluasi hasil / respon klien.
  2. Dokumentasikan hasilnya.
  3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
  4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat.
  5. Cuci tangan

Baca juga : Prosedur Khusus Triase dalam Kegawatdaruratan

Hal – hal yang Perlu Diperhatikan

  1. Perhatiakan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau kurang dari batas. Hal ini penting untuk mencegah kekeringan membrane mukosa dan membantu untuk mengencerkan sekret di saluran pernapasan pasien.
  2. Pasanglah tanda : “dilarang merokok : ada pemakaian oksigen” di pintu kamar psien, dibagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di dekat tabung oksigen. Intruksikan kepada pasien dan pengunjung akan bahaya merokok di area pemasangan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran.
  3. Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posiskan flow meter dalam posisi OFF.
  4. Pada beberapa kasus seperti bayi premature, pasien dengan penyakit akut, pasien dengan keadaan yang tidak stabil atau pasien post operasi, perawat harus mengobservasi lebih sering terhadap respon pasien selama pemberian terapi oksigen.
  5. Pada beberapa pasien, pemasangan masker akan memberikan rasa tidak nyaman karena merasa “terperangkap”. Rasa tersebut dapat diminimalisirkan jika perawat dapat meyakinkan pasien akan pentingnya pemakaian masker tersebut.
  6. Pada pasien dalam masalah febris, dan diaforosis, maka perawat perlu melakukan perawatan kulit dan mulut secara ekstra karena pemasangan masker tersebut dapat menyebabakan efek kekeringan di sekitar area tersebut.
  7. Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga pasien karena pemasangan ikatan tali nasal kanul, face mask, dan face tent, maka perawat dapat memakaikan kasa berukuran 4×4 cm di area tempat penekanan tersebut.
  8. Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping pasien dengan terapi oksigen.
  9. Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih dahulu dengan contoh masker.

Daftar Referensi

Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. EGC : Jakarta. https://doi.org/10.1037/1524-9220.4.1.3

Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya: Universitas Airlangga.

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Concept, Process And Practice. Edisi 7. Vol. 3. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatatan RI. (2005). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *