Seperti Apa Opini Mahasiswa Keperawatan dan Masyarakat Awam Tentang Perawat di Indonesia?

MediaPerawat.id – Opini yang ada di masyarakat mengenai perawat sangat beragam beriringan dengan performance perawat di Rumah Sakit (RS) maupun pelayanan kesehatan lain dalam melayani masyarakat.


Penulis mewawancarai beberapa mahasiswa keperawatan berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Perlu diketahui bahwa nama – nama yang disebutkan dalam artikel ini adalah nama samaran. Kebetulan mahasiswa keperawatan yang penulis datangi sudah pernah praktek di RS. Menurut Sisil, mahasiswi salah satu mahasiswa di keperawatan di Indonesia, perawat sudah bekerja maksimal terutama di masa pandemi. Dalam pelayanan keperawatan sendiri sudah cukup bagus namun ada beberapa masukan dari pengalamannya praktek di RS. Sisil beranggapan bahwa perawat RS lebih baik menjalankan prosedur sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Karena banyak tindakan yang kelihatannya sudah sesuai namun ada prosedur yang terlewati.

Baca juga : Beredar Isu Pelecehan Seksual oleh Oknum Perawat di Bekasi, Ini Kata PPNI


Sisil juga beranggapan bahwa komunikasi dari perawat ke pasien harus lebih ditingkatkan seperti tidak terdengar ketus dan galak saat bercakap – cakap dengan pasien maupun keluarga pasien. Hal ini diharapkan supaya apa yang disampaikan ke klien dapat diterima dengan baik. “Kan pasien lebih nyaman di keadaan sakitnya kalau perawatnya ceria, ramah, positif. Sehingga komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien juga ditingkatkan.”


Hal tersebut didukung opini dari Dimas. “Mungkin interaksi personal antara perawat ke pasien harus lebih ditingkatkan. Karena kadang cuman ngasih obat, cek TTV namun tidak ada interaksi lebih.” Ujar Dimas pada penulis.


Sementara menurut Rara yang saat ini menempuh pendidikan Ilmu Keperawatan di salah satu universitas di Semarang, perawat seharusnya mengerti batasan mana pekerjaan yang sekiranya menambah beban pada kehidupan profesionalnya. Karena menurut Rara perawat merupakan tenaga kesehatan yang dituntut untuk serba bisa dan seringnya “serba mau” melakukan berbagai macam pekerjaan yang ada di lapangan. Banyak RS yang tidak memiliki sumber daya manusia untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu seperti transporter atau cleaning service (seperti ganti sprei, dsb) sehingga akhirnya pekerjaan tersebut dilakukan oleh perawat. Memang hal – hal tersebut diajarkan dan boleh dilakukan perawat, namun hal ini yang dianggap Rara bahwa “perawat seharusnya mengerti batasan mana pekerjaan yang sekiranya menambah beban pada kehidupan profesionalnya”.


Hal seperti ini juga pernah dialami mahasiswa keperawatan yang sedang praktek di RS. Ketika akan mengganti sprei, keluarga pasien ada yang bertanya. “Lho kok mbaknya yang ganti sprei?” Kejadian ini terkadang menjadi pertanyaan beberapa mahasiswa keperawatan yang baru praktek.
“Perawat seharusnya berfokus terhadap pasien dan kepada pengembangan profesional yang masih perlu dikembangkan baik di bidang keilmuan seperti researcher / peneliti, pengembangan profesi mandiri seperti regulasi dan kemudahan bagi perawat untuk membuka praktik mandiri atau jabatan – jabatan penting di RS / organisasi profesi. Dengan pengembangan tersebut, maka terbentuklah suatu sistem baik di RS, masyarakat atau organisasi terkait yang mengerti akan peran penting ilmu keperawatan dan peran perawat itu sendiri. Banyaknya lulusan perawat setiap tahunnya juga seharusnya diimbangi dengan meningkatnya kualitas perawat itu sendiri.” Kata Rara ketika diwawancarai penulis.


Sementara itu, Aida berkata. “Menurutku sebagai mahasiswa keperawatan, perawat di Indonesia tuh bisa dibilang kesejahteraannya kurang merata. Kenapa? Dilihat dari segi materi, dengan biaya pendidikan yang nggak sedikit masih ada yang mendapatkan penghasilan dibawah rata-rata dan bahkan ada yang tidak digaji.”
Melepas dari opini mahasiswa, penulis juga menghubungi beberapa masyarakat mengenai tanggapan untuk hal ini. Diantaranya ada Dania yang keluarganya pernah dirawat di RS. Dania beranggapan bahwa perawat sangat bermacam – macam. ”Kadang ketemu ramah terus bisa jadi kayak teman, kadang juga ada yang cuma suntik yaudah suntik doang cuma bilang ‘suntik ya mbak’.” Ujar Dania.


Dania juga menambahkan bahwa tidak semua orang bisa digeneralisir harus ramah semua. “Tapi kalau aku pengennya yang bisa jadi temen juga, karena kadang ada juga pasien yang keluarganya nggak bisa nemenin. Namun kalau dari segi kinerja sudah baik karena tepat waktu.”


Sementara itu dari sisi lain, Karla memberikan opini bahwa. “Ada beberapa perawat yang nggak memberikan pelayanan ke masyarakat dalam bentuk yang baik-baik atau sabar. Kayak beberapa kasus gitu dulu temen, kalau mau suntik infus pas lagi tidur tanpa konfirmasi ke pasien sehingga pasiennya jadi kaget.”


Caca yang saat ini bekerja di bidang keuangan dan sudah lama tidak berinteraksi dengan perawat masih ingat bahwa baginya perawat adalah sosok yang sabar dan seperti ibu peri. Menurutnya penampilan seragam perawat membuat mereka terlihat friendly. Sementara menurut Kania, perawat semestinya approachable, namun masih ada perawat yang terlihat terburu – buru dan kurang membantu.


Menurut Gadis yang pernah menemukan meme yang di internet tentang seorang pasien yang ngotot meminta dokter saja yang menyuntiknya ketimbang perawat. “Si pasien mengira dokter akan lebih dapat dipercaya daripada perawat. Padahal di hari itu sang dokter baru menyuntik satu pasien saja, sementara perawatnya sudah menyuntik 10 pasien. Ilustrasi tadi sebenarnya cukup menggambarkan stigma yang terbentuk kepada dua profesi tersebut. Sebenarnya menurut saya untuk kedua profesi itu bukan dalam artian perawat lebih berpengalaman daripada dokter atau sebaliknya, tetapi lebih kepada pelaksanaan tugas. Perawat Indonesia terdidik untuk bisa melakukan tugas-tugasnya sebagai perawat, orang yang sangat dekat dengan pasien tentu saja. Kecakapan seorang perawat dan pengetahuannya tentu berkontribusi banyak pada peningkatan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia.” Ujar Gadis.


Bisa disimpulkan bahwa banyak sekali opini mengenai perawat di Indonesia. Tak hanya dalam bentuk kritik dan saran namun juga dalam bentuk pujian. Akan tetapi, tentu saja setiap masyarakat bertemu perawat yang dengan sifat dan kepribadian yang berbeda, di tempat yang berbeda pula. Sehingga harapannya tidak menggeneralisasi seluruh perawat memiliki kepribadian yang sama.

(DOK/AF)

Exit mobile version