banner 728x250
Berita  

Gas Air Mata, Bahaya Gak Sih?

MediaPerawat.id – Gas air mata adalah senyawa kimia yang sering digunakan oleh aparat penegak hukum untuk mengendalikan kerusuhan. Meskipun penggunaannya dianggap aman dalam jangka pendek, ada kekhawatiran yang meningkat tentang efek jangka panjang pada kesehatan, terutama bila paparan terjadi secara intensif atau berulang kali. Senyawa kimia ini, yang dikenal karena kemampuannya menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan saluran pernapasan, digunakan oleh penegak hukum di berbagai negara untuk mengendalikan massa dan meredakan situasi yang dianggap berpotensi berbahaya.

Gas air mata pertama kali diperkenalkan pada Perang Dunia I sebagai senjata kimia. Namun, setelah perang, penggunaannya beralih dari medan perang ke situasi sipil. Pada tahun 1920-an, gas air mata mulai digunakan oleh pasukan polisi untuk membubarkan demonstrasi dan kerusuhan. Sejak saat itu, gas air mata menjadi alat yang kerap dipakai dalam operasional para penegakan hukum di banyak negara. 

Gas air mata bekerja dengan mengiritasi selaput lendir pada mata, hidung, mulut, dan paru-paru. Saat gas terhirup atau bersentuhan dengan kulit, tubuh merespons dengan menghasilkan air mata, air liur, dan lendir untuk mengusir zat tersebut. Efek lain termasuk rasa terbakar pada kulit, batuk, dan kesulitan bernapas. Dalam beberapa kasus, gas air mata juga dapat menyebabkan mual, muntah, dan disorientasi.

Baca Juga : ASKEP: Gangguan Menelan (D.0063)

Penggunaan gas air mata seringkali diperdebatkan karena dampak fisiknya yang signifikan dan potensial untuk menyebabkan cedera jangka panjang. Selain itu, ada pertanyaan etis tentang penggunaan gas air mata dalam situasi sipil, terutama dalam konteks protes damai. Beberapa organisasi hak asasi manusia telah mengecam penggunaannya dan menyerukan larangan atau pembatasan lebih lanjut.

  1. Iritasi Mata dan Kulit

Gas air mata menyebabkan iritasi parah pada mata yang dapat mengakibatkan kebutaan sementara, sensasi terbakar, dan lakrimasi berlebihan (produksi air mata yang berlebihan). Dalam beberapa kasus, paparan yang berulang atau intensif dapat menyebabkan kerusakan kornea atau bahkan kebutaan permanen. Pada kulit, gas air mata dapat menyebabkan kemerahan, gatal-gatal, dan luka bakar kimia yang memerlukan waktu lama untuk sembuh.

  1. Efek pada Sistem Pernapasan

Gas air mata menyebabkan iritasi saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan batuk, kesulitan bernapas, dan rasa terbakar di tenggorokan. Dalam kasus yang parah, terutama bagi mereka yang sudah memiliki kondisi pernapasan seperti asma, gas air mata dapat memicu Reactive Airways Dysfunction Syndrome (RADS), sebuah kondisi kronis yang mirip dengan asma dan dapat berlangsung lama.

  1. Dampak Sistemik pada Kesehatan Reproduksi

Studi terbaru menunjukkan bahwa paparan gas air mata dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan reproduksi, terutama bagi wanita. Efek yang dilaporkan termasuk gangguan pada siklus menstruasi, seperti pendarahan yang tidak teratur, kram, dan nyeri payudara. Penelitian dari University of Minnesota menunjukkan bahwa 83% dari individu yang terpapar melaporkan setidaknya satu masalah kesehatan reproduksi​.

  1. Risiko Kematian

Meskipun gas air mata dianggap sebagai senjata yang tidak mematikan, dalam situasi tertentu, seperti penggunaan dalam ruang tertutup atau individu dengan kondisi kesehatan tertentu, paparan gas air mata dapat berakibat fatal. Kasus-kasus kematian yang dilaporkan biasanya terkait dengan kegagalan pernapasan akut yang disebabkan oleh paparan intensif.

  1. Dampak Psikologis

Selain dampak fisik, paparan gas air mata juga dapat menyebabkan trauma psikologis, terutama jika digunakan dalam situasi yang menakutkan atau berpotensi mematikan. Individu yang terkena gas air mata selama protes atau kerusuhan mungkin mengalami gejala stres pasca-trauma (PTSD) akibat pengalaman tersebut.

Meskipun gas air mata sering dianggap sebagai alat pengendalian massa yang “aman”, bahaya yang terkait dengan penggunaannya tidak boleh diremehkan. Penggunaan gas air mata dapat menyebabkan kerusakan fisik yang serius dan dampak kesehatan jangka panjang, sehingga perlu adanya pertimbangan yang lebih mendalam dan kebijakan yang ketat dalam penggunaannya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya semua risiko yang mungkin timbul akibat paparan gas air mata​.

Referensi
Virgil McDill. (2023). “New study suggests link between tear gas exposures and adverse reproductive health outcomes”. School of Public Health.

Baca Juga : Membanggakan, Sejumlah Perawat Diangkat Jadi Anggota Sub-Technical Working Group Implementasi SATUSEHAT Kemenkes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *