Mediaperawat.id – Stunting merupakan keadaan di mana kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Salah satu penyebabnya yaitu masalah kurang gizi kronis sejak 1.000 Hari pertama kehidupan (HPK) anak (WHO, 2013).
Ibu hamil dengan kekurangan asupan gizi pada masa kehamilan beresiko melahirkan anak dengan tumbuh kembang stunting. Stunting masalah gizi yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup, sehingga berakibat terjadinya gangguan pertumbuhan terutama tinggi badan balita yang lebih rendah atau pendek dari standar seusianya.
Dampak dari stunting selain terganggunya pertumbuhan pada balita, diantaranya adalah mudah terkena penyakit, terhambatnya perkembangan balita, hingga berisiko terkena obesitas serta penyakit tidak menular lainnya di masa mendatang (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2018, prevalensi anak balita stunting di Indonesia cukup tinggi. Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di wilayah Asia Tenggara setelah Timor Leste (50,5%) dan India (38,4%). Prevalensi stunting di Indonesia adalah sebesar 36,4%. Angka ini masih belum mencapai standar WHO, yang menetapkan prevalensi stunting di bawah 20% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes, 2018).
Baca Juga: Sempat Disinggung Saat Debat Capres Ketiga, Pemahaman Singkat Stunting dan Gizi Buruk Bisa Dirangkum
Beberapa faktor risiko terjadinya stunting antara lain yaitu pendapatan keluarga, sosial budaya, kebijakan ekonomi, dukungan keluarga, dan lingkungan hidup. Faktor utama penyebab stunting adalah asupan gizi pada masa kehamilan, karena janin dalam kandungan membutuhkan asupan gizi yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya untuk mendukung proses tumbuh kembang janin. Jika asupan gizi tidak tercukupi akan mengakibatkan gradasi gagal tumbuh janin dalam kandungan yang merupakan awal terjadinya stunting (Kemenkes, 2018) .
Trimester pertama pada ibu hamil merupakan masa pembentukan organ tubuh janin dan sistem saraf janin. Dua bulan pada masa kehamilan merupakan critical period atau masa kritis, masa bersifat irreversible atau tidak dapat diperbaiki, dimana terjadi pembentukan organ. Gangguan pertumbuhan pada fase ini akan berdampak buruk seumur hidup, oleh karena dalam mencegah terjadinya anak stunting dapat dilihat dari perilaku ibu hamil pada trimester pertama (Fikawati et al., 2016).
Hasil penelitian Solomons (2015) menyatakan bahwa stunting terjadi pada saat kehamilan, sehingga pencegahan stunting harus berhubungan dengan strategi perawatan ibu selama kehamilan atau sebelum hamil dengan fokus pada gizi dan kesehatan ibu.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, mayoritas kasus stunting di Indonesia ditemukan pada anak rentang usia 24-35 bulan. SSGI mencatat mayoritas kasus stunting di Indonesia ditemukan pada anak rentang usia 24-35 bulan dengan persentase 26,2%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pencegahan stunting harus dilakukan sebelum rentang usia tersebut, bahkan lebih dini lagi yaitu saat raga bayi masih dikandung badan.
Kondisi stunting meskipun dialami oleh balita, namun diakibatkan karena beberapa faktor risiko penting sejak masa kehamilan, yaitu kurangnya asupan gizi ketika janin karena kurangnya pengetahuan ibu hamil mengenai kesehatan dan gizi sebelum serta pada saat masa kehamilan lalu masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) yang berkualitas.
Stunting dianggap sebagai hasil kumulatif dari proses yang dimulai sejak kehamilan, sehingga masalah gizi pada ibu hamil menjadi penyebab tidak langsung terhambatnya tumbuh kembang janin yang menjadi faktor risiko kejadian stunting. Terdapatnya kaitan masa kehamilan dengan kejadian stunting menyebabkan diperlukannya kegiatan pencegahan yang efektif untuk mencegah stunting pada masa kehamilan. (Ekayanthi & Suryani, 2019; Saputri dan Tumangger, 2019; TNP2K, 2017; Nurfatimah et al, 2021; Salamung, 2019).
Kementrian kesehatan Republik Indonesia membuat langkah pencegahan stunting yaitu dengan memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil. Tindakan ini relatif ampuh karena kebutuhan nutrisi ibu kan meningkat 13% dengan kebutuhan protein 54% selama masa kehamilan untuk mendukung pertumbuhan (Dewey, 2016).
Ibu hamil memerlukan tambahan kalori kurang lebih 350-450 kalori per hari. Kebutuhan kalori ini perlu dipecah ke dalam komponen makro dan mikro. Nutrisi makro terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan nutrisi mikro terdiri dari vitamin dan mineral. Beberapa zar yang harus terpenuhi selama kehamilan yaitu protein, kalsium, asam folat dan zat besi.
Pencegahan stunting pada ibu hamil juga dapat dilakukan dengan cara pencegahan anemia pada ibu hamil. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil sebanyak 900 mg Fe untuk pembentukan sel darah ibu, plasenta dan darah janin. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persendiaan Fe tubuh dan menimbulkan anemia pada kehamilan selanjutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi dengan tentunya akan peningkatan volume 30-40% yang puncaknya terjadi pada usia kehamilan 32-34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18-30%, Hb sekitar 19%. (Lilis S, 2023)
Baca Juga: Targetkan Zero Stunting dan Zero New Stunting, DPD PPNI Kota Surabaya Terjunkan 1500 Perawat
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pencegahan stunting itu bukan dengan memberikan makan saat anak sudah berusia di atas 3 tahun, melainkan harus dibawahnya. Apalagi jika anak sudah masuk usia sekolah. Ini sudah sangat terlambat sekali jika memang tujuannya adalah untuk mencegah stunting. Dengan tulisan ini harapannya kita tidak bias lagi dalam menilai bahwa kejadian stunting merupakan suatu keadaan yang harus di cegah sejak raga masih dikandung badan.
Referensi:
Dewey KG. Reducing stunting by improving maternal, infant and young child nutrition in regions such as South Asia: evidence, challenges and opportunities. Matern Child Nutr. 2016;12 Suppl 1(Suppl 1):27-38. doi:10.1111/mcn.12282
Ekayanthi N W D dan Suryani P. (2019). Edukasi gizi pada ibu hamil mencegah stunting pada kelas ibu hamil. Jurnal Kesehatan;10(3):312-318.
Kementerian Kesehatan RI. Situasi balita pendek. Info Datin. 2016;2442–7659
Kementerian Kesehatan R. Strategi komunikasi perubahan perilaku. 2018;
Lilis Suryani, dkk. 2023. Upaya Pencegahan Stunting Melalui Deteksi Dini Dan Edukasi Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Karawang. MARTABE : Jurnal Pengabdian Masyarakat. Volume 6 Nomor 2 Tahun 2023. http://jurnal.umtapsel.ac.id/index.php/martabe/article/view/9692/pdf
Nurfatimah N, Anakoda P, Ramadhan K, Entoh C, Sitorus S B M, dan Longgupa L W. (2021). Perilaku pencegahan stunting pada ibu hamil. Poltekita: Jurnal Ilmu Kesehatan;10(4):97-104.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2018). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Semester 1 Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/BuletinStunting-2018.pdf
Salamung S, Haryanto J, dan Sustini F. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan stunting pada saat ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Bondowoso. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes;10(4):264-269
Saputri R A dan Tumangger J. (2019). Hulu-hilir penanggulangan stunting di Indonesia. Journal of Political Issues; 1(1):1-10
TNP2K. (2017). 100 Kabupaten/Kota prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting): Tim Nasional Peecepatan Penanggulangan Kemiskinan di Jakarta.
World Health Organization. Childhood Stunting : Challenges and Opportunities. WHO Geneva. 2013;