Banda Aceh (20/5), Syukurdyanto, mahasiswa magister keperawatan Universitas Syiah Kuala menyampaikan perbedaan terkait adanya Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Unit Gawat Darurat (UGD) pada Fasilitas Kesehatan atau Rumah Sakit.
“Banyak orang menganggap UGD (unit gawat darurat) dan IGD (instalasi gawat darurat) adalah dua fasilitas perawatan yang sama. Padahal tidak begitu, walaupun sama-sama tempat pelayanan kesehatan UGD dan IGD memiliki fungsi yang berbeda,” ujar perawat yang akrab disapa Syukur kepada redaksi mediaperawat.id
Baca juga : Nilai Ambang Batas Bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Jabatan Fungsional
Menurutnya, UGD memiliki ruang lingkup yang lebih kecil dibanding IGD. Biasaya UGD terdapat di rumah sakit kecil sementara IGD berada pada rumah sakit yang lebih besar dengan dokter jaga yang juga lebih banyak.
“Biasanya UGD hanya memiliki dokter umum. Sedangkan, untuk di IGD biasanya tak hanya dokter umum saja namun juga melibatkan dokter spesialis. Meski begitu baik UGD dan IGD memiliki prinsip penanganan yang sama, pasien gawat darurat harus mendapatkan penanganan cepat dan tepat agar kondisinya membaik,” ujar Syukurdyanto yang saat ini juga sebagai pengurus Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana (HIPGABI) Provinsi Aceh.
Lebih lanjut, ujarnya, dilihat dari fasilitas pendukung IGD memiliki fasilitas yang lebih lengkap, hal ini disebabkan kebutuhan penanganan kegawatdaruratan di IGD merupakan penanganan lebih lanjut atau rujukan dari penanganan UGD.
“Sehingga kasus yang ditangani juga akan lebih gawat. Selain dokter, peran yang sangat penting dalam pelayanan kegawatdaruratan di IGD juga melibatkan tenaga keperawatan,” tambahnya.
Disampaikannya perawat merupakan tenaga terbanyak dari seluruh tenaga yang bertugas di IGD selain dokter, bidan, dan tenaga administrasi lainnya, setiap petugas memiliki peran masing-masing yang saling berhubungan.
Serang perawat yang bertugas di IGD diharapkan memiliki etos kerja yang tinggi, sikap yang baik, disiplin dan memiliki tingkat pengetahuan tentang kegawat daruratan, hampir 90% tindakan keperawatan di IGD sama dengan tindakan medis.
Baca juga : Bantuan Hidup Dasar (BHD) Dan Kegawatdaruratan
“Setiap perawat wajib memiliki rasa haus akan ilmu, memiliki pandangan yang sama merupakan satu hal yang sangat penting. Harusnya dalam suatu pelayanan kegawatdaruratan tidak ada gap atau jarak antara dokter dan perawat dari segi ilmu kegawatdaruratan,” kata Syukurdyanto yang merupakan perawat yang bertugas di RSUD dr. Zainoel Abidin
Untuk itu, komunikasi yang baik akan terjalin apabila petugas baik dokter maupun perawat memiliki pandangan dan pemahaman yang sama. Terlebih lagi, saat ini pelayanan kesehatan khususnya kegawatdaruratan sudah berubah menuju pada pelayanan yang berpusat kepada pasien atau Patient Center Care.
“Memang, saat ini masih banyak kita jumpai di IGD seluruh aceh peran perawat masih jauh dari yang diharapkan, seharusnya seorang perawat harus mampu duduk bersama dan berdiskusi dengan seorang dokter dari segi keilmuan,” ujarnya.
Ini merupakan tugas besar bagi seluruh profesi keperawatan. Menurutnya, PPNI bersama HIPGABI yang menaungi seluruh perawat gawat darurat memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam memotivasi seluruh perawat khususnya perawat gawat darurat untuk terus dan senantiasa mengembangkan keilmuannya.
Baca juga : Apa Perbedaan Perawat Anestesi & Penata Anestesi?
“Pada tanggal 28 Oktober 2018, DPW PPNI Aceh telah resmi melantik Ns. Muhammad, S.Kep sebagai ketua HIPGABI Aceh,” ujarnya.
Syukur berharap dengan banyaknya pelatihan baik seminar atau workshop HIPGABI Aceh mampu terus berupaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) perawat gawat darurat yang bertugas di IGD.
“Kedepannya, melalui PPNI dan HIPGABI Aceh keperawatan gawat darurat pada seluruh IGD maupun UGD rumah sakit di Aceh dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat Aceh, semoga,” harap Syukur. (*FM)