banner 728x250

Asuhan Keperawatan Anak dengan Child Abuse

Foto : Freepik.com

MediaPerawat.id – Berkembangnya budaya dalam masyarakat kita saat ini menganggap bahwa proses pembelajaran kepada anak dilakukan dengan kekerasan, agar anak patuh dan disiplin untuk mencapai skala keberhasilan yang diinginkan orang tua. Orang tua berlaku kasar dan memberikan hukuman fisik dengan dalih untuk memberikan pelajaran pada anak-anak mereka. Padahal seharusnya setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Orang tua tidak banyak mengetahui bahwa anak juga mempunyai hak dan kewajiban sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 pasal 4 sampai dengan pasal 19.

Definisi Child Abuse

Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan.Child abuseterjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode. 

Kekerasan kata-kata (Child abuse ) adalah semua bentuk tindakan ucapan yang mempunyai sifat menghina, membentak, memaki, memarahi dan menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Child abuse  adalah tindakan secara lisan yang membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat (surface structure) ataupun kata-kata yang tersirat (deep structure), dan bisa berakibat sangat merugikan korban, baik fisik maupun mental.

Banyak orangtua menganggap kekerasan (abuse) pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan bahwa kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Dan dari hukuman tersebut, banyak tindakan-tindakan orangtua yang bisa dimasukkan dalam kategori kekerasan. 

Baca Juga : Asuhan Keperawatan Anak dengan Down Syndrom

Bentuk Child abuse

Bentuk dari Child abuse  adalah sebagai berikut :

  1. Tidak sayang dan dingin

Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya: menunjukan sedikit atau tidak sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), kata-kata sayang.

2. Intimidasi

Tindakan intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, dan mengertak anak.

3. Mengecilkan atau mempermalukan anak

Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti: merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan.

4. Kebiasaan mencela anak

Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan anak.

5. Tidak mengindahkan atau menolak anak

Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak memperhatikan anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak.

6. Hukuman ekstrim

Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar mandi, mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror.

Akibat Child abuse

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun psikologis. Namun, Child abuse  biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan. Child abuse  yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih dalam pada kehidupan dan perasaan anak melebihi perkosaan.

Berikut dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal pada anak :

  1. Anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain

Anak yang mendapatkan perlakuan kekerasan emosional secara terus menerus akan tumbuh menjadi anak yang tidak peka terhadap perasaan orang lain. Sehingga kata-katanya cenderung kasar (walaupun maksudnya bercanda).

2. Menganggu perkembangan

Anak yang mendapat perlakuan kekerasan verbal terus menerus akan memiliki citra diri yang negatif. Hal ini yang mengakibatkan anak tidak mampu tumbuh sebagai individu yang penuh percaya diri.

3. Anak menjadi agresif

Komunikasi yang negatif mempengaruhi perkembangan otak anak. Anak akan selalu dalam keadaan terancam dan menjadi sulit berpikir panjang. Anak menjadi kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Ini berkaitan dengan bagian otak yang bernama koteks, pusat logika. Bagian ini hanya bisa dijalankan kalau emosi anak dalam keadaan tenang. Bila anak tertekan, maka input hanya sampai ke batang otak. Sehingga sikap yang timbul hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu. Akibatnya anak berperilaku agresif.

4. Gangguan emosi

Pada anak yang sering mendapatkan perlakuan yang negatif dari orang tuanya akan berakibat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif, dalam mengatasi sifat agresif. Perkembangan hubungan sosial dengan orang lain. Selain itu juga, beberapa anak menjadi lebih agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa.

5. Hubungan sosial terganggu

Pada anak-anak ini menjadi susah bergaul dengan teman-temannya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai teman sedikit, dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan kriminal lainnya.

6. Kepribadian sociopath atau antisocial personality disosde

Penyebab terjadinya kepribadian ini adalah Child abuse . Kalau ini dibiarkan anak akan menjadi orang yang eksentrik, sering membolos, mencuri, bohong, bergaul dengan anak-anak nakal, kejam pada binatang, dan prestasi yang buruk di sekolah.

7. Menciptakan lingkaran setan dalam keluarga

Anak akan mendidik anaknya lagi dengan satu-satunya cara yang dia ketahui yaitu Child abuse . Karena anak merupakan peniru yang ulung. Akibatnya lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan kekerasan ini menjadi budaya di masyarakat.

8. Bunuh diri

Anak yang mendapatkan perkataan yang bernada negatif secara terus menerus maka akan mengakibatkan anak menjadi lemah mentalnya, karena merasa tidak ada orang di dunia ini yang sanggup mencintainya apa adanya. Dan hal ini berakibat fatal, anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Mekanisme koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk melindungi diri antara lain :

  1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
  2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
  3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
  4. . Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
  5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak.

  1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu
  2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah psikiatrik.
  3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
  4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)

Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:

1.Psikososial

  • Melalaikan diri (neglect),
  • Baju dan rambut kotor, bau
  • Gagal tumbuh dengan baik
  • Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
  • With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa

2. Muskuloskeletal

  • FrakturDislokasi
  • Keseleo (sprain)

3. Genito Urinaria

  • Infeksi saluran kemih
  •  per vagina
  •  pada vagina/penis
  • Nyeri waktu miksi
  • Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.

3. Integumen

  • Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
  •  Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
  •  tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
  • Bengkak.

Pemeriksaan Radiologi

Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,

Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.

  1. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
  2. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
  3. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
  4. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.

b. Diagnosa Keperawatan

  • Kekerasan
  • Isolasi social
  • Koping keluarga inefektif
  • Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

C. Intervensi Keperawatan

  1. Perilaku kekerasan

Tujuan.

  • Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.

Kriteria hasil:

  • Klien dapat membina hubungan saling percaya.
  • Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
  • Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
  • Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
  • Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
  • Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Intervensi :

  • 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
  • Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
  • 2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
  • Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
  • 3. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
  • Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
  • 4. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
  • Rasional : meningkatkan harga diri klien.
  • 5. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
  • Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
  • 6. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
  • Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
  • 7. Beri pujian atas keberhasilan klien.
  • Rasional : meningkatkan harga diri klien.
  • 8. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
  • Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

2. Isolasi social

Tujuan

Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.

Kriteria hasil

  • Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
  • Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.
  • Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.
  • Kecemasan klien telah berkurang.

Intervensi

a. Psikoterapeutik

  • Bina hubungan saling percaya
  • Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu interaksi dan tujuan.
  • Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk menunjukkan penghargaan yang tulus.
  • Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
  • Selalu memperhatikan  kebutuhan klien.
  • Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
  • Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang sederhana
  • Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
  • Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan perawat.

Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya

  • Kenal dan dukung kelebihan klien
  • Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien, cara menceritakan perasaanya  kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
  • Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
  • Dukung koping klien yang konstruktif
  • Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
    • Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
  • Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
  • Lakukan interaksi dengan klien  sesering mungkin.
  • Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
  • Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.
  • Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
  • Pendidikan kesehatan
    • Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan berhubungan dengan orang lain.
    • Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
    • Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan dengan klien.
    • Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas dilingkungan masyarakat.
  • Kegiatan hidup sehari-hari
    • Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat melaksanakannya sendiri.
    • Bimbing klien berpakaian yang rapi
    • Batasi kesempatan untuk tidur
    • Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio dan televisi.
    • Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
  • Lingkungan Terapeutik
    • Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang lain dari ruangan.
    • Cegah  agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka waktu yang lama.
    • Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.
  • 3. Koping keluarga inefektif

Tujuan

  • Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.

Kriteria hasil

  • Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat.

Intervensi

  1. Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .

Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima perasaannya sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak dengan benar.

2. Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.

Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik dan benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang buruk.

3. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak.

Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat dilaksanakan keluarga terhadap anak.

4. Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.

Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh kembang anaknya.

5. Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.

Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga (orang tua),tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak,memiliki pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan.

  • Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.

Kriteria hasil:

  • Klien dapat membina hubungan saling percaya.
  • Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
  • Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
  • Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
  • Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
  • Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
  • Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
  • Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
  • Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Intervensi :

  1. Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.

Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

  • 2. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
  • Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
  • 3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
  • Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
  • 4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
  • Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
  • 5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
  • Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
  • 6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
  • Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
  • 7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
  • Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
  • 8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
  • Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
  • 9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
  • Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
  • 10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
  • Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
  • 11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
  • Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
  • 12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
  • Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.

13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.

  • Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
  • Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
  • Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
  • Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
  • Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.

Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.

  • 14. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
  • Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
  • 15. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
  • Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
  • 16. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
  • Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
  • 17. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
  • Rasional : meningkatkan harga diri klien.
  • 18. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
  • Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
  • 19. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
  • Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
  • 20. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
  • Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.

Sumber Referensi :

Desi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Penderita Child Abuse. Palembang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Adiguna Program Studi S1 Keperawatan.

Wong. Donna L. 2013. Buku Ajar Keperawatan Pediatri.  Jakarta : EGC

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *