Mediaperawat.id – Kisah inspiratif luar biasa dari seorang perawat asal Bandung yang kini bekerja di salah satu negara di Eropa yakni Negara Kincir Angin, Belanda. Menjadi perawat di luar negeri tentu merupakan pengalaman yang sangat berharga. Seperti yang dirasakan oleh Zinnirah LNH atau sering disapa kak Zinni yang bekerja di Belanda sebagai seorang perawat di Verpleeghuis, sebuah rumah perawatan yang merawat pasien dengan indikasi sudah tidak bisa tinggal di rumah sendiri dan membutuhkan perawatan kompleks dimana rumah perawatan tersebut diawasi oleh perawat 24 jam.
Kak Zinni, wanita asal Bandung ini adalah lulusan S1 Ners dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Simak yuk, proses perjalanan kak Zinni sampai akhirnya berhasil menjadi seorang perawat di Netherland!
Proses Pre-Departure bersama Yomema Indonesia
Awal mula Zinni bisa bekerja sebagai perawat di Belanda ialah saat kuliah profesi stase akhir, dimana saat itu kampusnya menawarkan beasiswa kepada mahasiswa profesi yang salah satunya adalah program peningkatan kapasitas tenaga kesehatan Indonesia ke Belanda yang diselenggarakan oleh Yomema Indonesia pada tahun 2022.
Menurut kak Zinni, saat itu persyaratan yang dibutuhkan gampang-gampang susah dan kebetulan ada kesempatan dimana program tersebut memperbolehkan mahasiswa on going profesi ners untuk mendaftar. Pada akhirnya kak Zinni memutuskan untuk daftar mulai dari mempersiapkan persyaratan, seleksi berkas, wawancara dan akhirnya diterima.
Proses persiapan untuk program ini cukup panjang, karena mengharuskan penyetaraan ijazah yang diperoleh di Indonesia dengan ijazah perawat di Belanda dan program ini menawarkan penerimanya untuk kuliah kembali sampai level yang dibutuhkan sebagai seorang perawat di Belanda dimana proses perkuliahan ini dilakukan di Belanda sambil bekerja di lapangan. Selain itu, sebelum keberangkatan (pre-departure) peserta pun harus mengikuti kursus bahasa Belanda selama kurang lebih 6 bulan yang dilaksanakan di Indonesia.
Untuk memenuhi sertifikasi bahasa Belanda, para calon perawat perlu belajar bahasa Belanda dari level A0 sampai B1 baru diperbolehkan untuk berangkat ke Belanda. Setelah kursus bahasa selama 6 bulan, peserta mengikuti mentoring selama 3 bulan untuk memperkaya memperkenalkan budaya serta bahasa Belanda yang berhubungan dengan sistem kesehatan disana yang nantinya berguna untuk perkuliahan di Belanda. Selama proses persiapan keberangkatan, Kak Zinni melaluinya dengan baik dan ia berangkat ke Belanda bersama rekan-rekan peserta lainnya di tahun 2022.
Baca Juga: Kisah inspiratif Perawat Probolinggo yang Kini Sukses Menjadi Owner Klinik Kecantikan
Adaptasi Secara Personal dan Professional di Belanda

Tiba di Belanda, pengalaman pertama kak Zinni adalah harus merasakan perbedaan suhu udara yang ekstrim dari yang biasa dia rasakan di Indonesia sekitar 27oC saat tiba di Belanda suhu udara menjadi 5oC, hal ini cukup menjadi tantangan untuk tubuhnya karena perlu melakukan adaptasi yang tidak mudah.
Selain itu, adaptasi yang dilakukan kak Zinni secara personal pun menjadi sebuah “challenge”. Salah satu nilai yang diterapkan oleh masyarakat di Belanda itu salah satunya adalah perihal berkata “tidak”. Kebanyakan masyarakat di Belanda, mengajarkan manusia untuk bisa berkata “tidak”.
“Jangan pakai budaya gak enakan disini tuh masih challenging sampai sekarang. Kalau kita di Indonesia masih menerapkan budaya gak enakan sama yang lebih tua, nah kalau orang-orang di Belanda itu mereka bakal bilang jangan terlalu baik, kalau kamu terlalu baik sama orang itu bisa dimanfaatin. Jadi, harus berani bilang tidak,” tuturnya.
Secara professional pun sama, karena orang-orang yang bekerja di Belanda itu berasal dari berbagai negara, jadi pastinya memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga kak Zinni harus menyesuaikan dirinya untuk bisa beradaptasi dengan teman-temannya di lingkungan kerja agar bisa bertahan secara profesional.
Adaptasi yang dilakukan secara profesional di tempat kerjanya adalah tidak pernah malu untuk terus belajar. Di Belanda, usia berapapun mau muda atau sudah tua, kita ingin mengulang belajar lagi atau mengikuti kursus atau sekolah untuk naik level selagi masih sanggup untuk dilakukan ya kenapa tidak?
“Bener-bener bahkan seumur ibuku sendiri pun mereka masih semangat belajar, bahkan untuk hal seperti merawat luka, pasang kateter, itu selalu ada upgrade ilmu yang bisa dipelajari untuk pedoman secara nasionalnya di Belanda. Enaknya, pedoman itu selalu update berdasarkan penelitian terbaru dan ini berlaku di seluruh Belanda. Jadi, rasionalismenya itu ada dan gak jadi ngawang-ngawang ketika kita melakukan tindakan, orang awam pun akan sama-sama tahu dan percaya karena dilakukan sesuai SOP,” ujar kak Zinni menjelaskan.
Pengalaman Kerja Sebagai Perawat di Belanda

Budaya Kerja Perawat
Kak Zinni sudah cukup lama bekerja sebagai perawat di Belanda, sejak dia berangkat di tahun 2022 hingga sekarang 2025, kurang lebih 3 tahun. Kak Zinni sedikit banyaknya sudah mengenal juga budaya kerja di Belanda yang dimana salah satunya adalah ketika bekerja, teman sejawatnya itu mayoritas memiliki budaya kerja yang “to the point”. Jadi, jika ada kesalahan atau human error untuk memberikan masukan atau feedback itu merupakan hal biasa.
Kak Zinni menyampaikan bahwa bekerja sebagai perawat disana harus bisa menyampaikan pendapat yang kita inginkan. Hal ini menjadi tantangan juga bagi kak Zinni karena dia merasa sampai sekarang masih sulit untuk dijalani.
“Sering juga dikasih tau sama rekan kerjaku, harus bisa lebih sering berani mengungkapkan pendapat sendiri,” cerita dari kak Zinni saat di tempat kerjanya.
Menjadi seorang perawat profesional memang perlu memiliki rasa percaya diri yang tinggi, oleh karena itu mengasah kemampuan untuk bisa mengungkapkan sebuah pendapat sendiri menjadi hal yang penting agar sebagai perawat kita bisa menentukan tindakan yang perlu diberikan untuk pasien dengan tepat dan percaya diri.
Selain itu semua hal terkait pekerjaan di Belanda sudah diatur dalam Undang-Undang, seperti jam kerja. Pada nyatanya memang masih belum tentu jam kerja di lapangan bisa berjalan dengan optimal, namun dengan adanya perlindungan oleh Undang-Undang yang dibentuk pemerintah Belanda, para pekerja di sana tidak diperlakukan seenaknya untuk terus menerus bekerja non stop selama 1 minggu (itu tidak diperbolehkan), semua pekerja memiliki hak untuk dilindungi dan bahkan saat hari libur kerja, dianjurkan untuk berlibur atau refreshing.
Belum lagi terkait benefit gaji, di Belanda untuk gaji perawat dibedakan setiap levelnya dan diatur seluruhnya oleh pemerintah juga selalu dipantau, jika sampai ada penyalahgunaan di perusahaan itu pasti akan dikenakan sanksi karena manajemen keuangan di Belanda sering dilakukan audit oleh pemerintah.
Cerita lain yang cukup menggugah hati adalah ketika kak Zinni menceritakan bagaimana dia bekerja di sebuah rumah perawatan Verpleeghuis. Setiap hari dia harus bertemu dengan pasien dimana mereka adalah mayoritas pasien yang memerlukan perawatan paliatif karena pasien akan tinggal di Verpleeghuis hingga akhir hayatnya. Jadi, perawat yang merawat harus membiasakan diri untuk menghadapi kematian.
Di Belanda, sistem kesehatan yang digunakan adalah tidak hanya mengobati atau merawat pasien sakit sampai sembuh, tapi juga harus membantu pasien untuk tidak merasa menderita dan harus bahagia sampai akhir hayatnya. Contohnya, ketika pasien ingin merokok. Tentu rokok menjadi benda yang bisa merugikan kesehatan tubuh dan sebisa mungkin kita memberikan edukasi supaya orang-orang menjauhi rokok agar tidak dikonsumsi.
Lain lagi untuk perawatan pasien paliatif di Belanda, jika ada pasien yang ingin merokok dan sudah berada di fase perawatan paliatif alangkah baiknya perawat memperbolehkan pasien tersebut untuk merokok, karena itu yang mereka inginkan. Selain itu, budaya euthanasia dikenal lumrah juga di Belanda ketika kondisi pasien sudah masuk ke tahap terminal, dengan tetap berkomunikasi dan melakukan informed consent (persetujuan) kepada keluarga untuk melakukan euthanasia.
Perawat yang mendampingi pasien saat menjelang ajal, harus membantu seperti mendatangkan pendamping/pendeta dimana mereka akan melakukan komunikasi sendiri dengan pasien tanpa ditemani oleh perawat. Apapun yang perawat bisa lakukan demi pasien bahagia sampai akhir hayatnya tidak menderita itulah yang harus dilakukan.
Baca Juga: Perawat Indonesia Berjibaku di Tengah Bom Gaza: Kisah Ners Sri Baiti Janati
Teknologi yang Digunakan
Teknologi yang digunakan di luar negeri tentunya tidak perlu diragukan lagi. Banyak alat bantu yang memudahkan perawat untuk bekerja secara ergonomis agar perawat tidak mengalami cedera dan bagusnya lagi kesehatan perawat itu sendiri sangat diperhatikan. Contoh penggunaan alat bantu dengan teknologi masa kini adalah penggunaan lift, active lift, passieve lift, steady dan ayunan gantung.
Alat bantu teknologi ini dirancang untuk membantu perawat saat memindahkan pasien yang tidak memiliki keseimbangan tubuh pada saat ingin berdiri atau berpindah dari tempat tidur ke kursi roda. Untuk menggunakan alat bantu ini, perawat akan berkolaborasi dengan ergotherapie untuk diberi tahu cara penggunaan alat bantu tersebut. Sangat memudahkan bukan?
Itulah cerita dan pengalaman kak Zinni menjadi seorang perawat di Belanda. Apakah kamu tertarik untuk mengikuti langkah Kak Zinni menjadi perawat di luar negeri? Jangan lupa untuk terus berusaha, berdo’a dan jangan malu untuk terus belajar dan belajar seperti apa yang dikatakan kak Zinni. Semoga kamu bisa menjadi perawat sukses dimanapun berada yaa!
Referensi:
Zinnirah, diwawancarai oleh Violla Anggiani, 21-25 Januari 2025.