banner 728x250
Berita  

Dinilai Merugikan Masyarakat, 5 Organisasi Profesi Bakal Ajukan Judicial Review RUU Kesehatan

Ket : lima organisasi profesi terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga opsi mogok kerja jika DPR tetap mengesahkan RUU Kesehatan ini menjadi UU/Ist

Media perawat – Komisi IX DPR akan melanjutkan rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan melinjadi Undang-Undang pada rapat pengambilan keputusan tingkat II atau rapat paripurna DPR, Selasa (20/6/2023).

Terkait hal tersebut, lima organisasi profesi terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga opsi mogok kerja jika DPR tetap mengesahkan RUU Kesehatan ini menjadi UU.

“Prinsipnya, ada langkah advokasi yang akan terus kita lakukan, opsi mogok tetap menjadi satu pilihan yang bukan tidak mungkin akan kita lakukan,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi dalam konferensi pers di Gedung Dr. R. Soeharto (PB Ikatan Dokter Indonesia), Gondangdia, Jakarta, Senin (19/6/2023).

Menurut Adib hal yang disayangkan dalam pembahasan RUU Kesehatan ialah tidak adanya keterlibatan dari masyarakat, dalam hal ini adalah organisasi profesi bidang kesehatan yang akan mengalami dampak langsung terhadap regulasi tersebut.

“Kita tidak ingin ada regulasi yang membuat polemik dan membuat tidak nyaman kepada masyarakat. Konten di RUU Kesehatan saat masuk Panja DPR, kami tidak tahu isi yang dibahas. Kami tidak tahu masukan kami diterima juga atau tidak. Karena kita harus melihat isi RUU ini apakah sudah memenuhi aspirasi kami,” tegasnya.

Adib juga menilai bahwa RUU Kesehatan ini juga telah menghilangkan peran organisasi profesi yang disebutkan oleh Adib bakal merugikan masyarakat terkait etik dan kompetensi masing-masing dokter yang selama ini dipantau ketat oleh organisasi profesi.

“Bayangkan ada perbedaan standar jika ada dalam pelayanan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Siapa yang akan dirugikan? RUU ini juga belum mencerminkan kepentingan dari masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah. Dalam kesempatan yang sama, Hanif mengatakan bahwa RUU Kesehatan akan menimbulkan potensi kerugian di masyarakat karena telah mendegradasi peran organisasi profesi.

Organisasi profesi memiliki peran penting dalam mengatur anggota-anggotanya yang notabene para tenaga kesehatan di Indonesia.

Organisasi profesi termasuk organisasi perawat adalah garda utama yang melakukan pengawalan dan memberikan sanksi etik, utamanya ketika terdapat kasus malpraktik yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan (nakes).

“Manakala ada pelanggaran moral dan etika yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maka kemana mereka (masyarakat) harus mengadu? ya ke OP (organisasi profesi). OP banyak melakukan tindakan, peringatan hingga sanksi kepada tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran norma dari etika profesi. Jadi menurut saya ini kehadiran OP justru untuk mendukung layanan kesehatan yang berkualitas dan bermoral yang tinggi kepada masyarakat,” jelas Harif.

drg Paulus Januar Satyawan, MS Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga PDGI dalam kesempatan yang sama, memastikan pihaknya akan terus memperjuangkan hak para organisasi profesi, baik melalui jalur hukum dan opsi mogok nasional.

Tak hanya itu, pihak organisasi profesi juga mempersoalkan kemudahan masuknya tenaga asing ke Tanah Air melalui RUU Kesehatan sehingga kualitas nakes-nya dipertanyakan.

“Yang jelas kami tidak akan meratapi nasib kami, kami akan terus berjuang untuk kemajuan kesehatan di Indonesia,” ungkap Paulus.

Sementara, Ketua Umum IAI Noffendri Roestam mengatakan bahwa sampai saat ini, pihaknya belum mengetahui isi pembahasan terhadap RUU Kesehatan.

“Kami belum dapat kejelasan pembahasan RUU Kesehatan ini mengenai apa. Ini dagelan yang luar biasa dalam penyusunan RUU Kesehatan. Seperti yang disampaikan, kami bersepakat melanjutkan proses ke MK,” ucapnya.

Bendahara IBI Herdiawati meminta pemerintah untuk mempertimbangkan pengesahan RUU Kesehatan.

“Kami meminta pemerintah dan DPR bahwa RUU Kesehatan perlu dipertimbangkan secara bijak karena ini menyangkut kepastian hukum bagi tenaga kesehatan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *