MediaPerawat.id – Baru-baru ini, Undang-Undang PP jadi sorotan publik yang sangat kontroversi. Presiden Joko Widodo yang telah menandatangani PP Nomor 28 tahun 2024 pada 25 Juli 2024 lalu yang memicu pro dan kontra dari masyarakat, sehingga semua elemen masyarakat memberikan pendapatnya secara terbuka. Salah satunya, Ustad Dr. (H.C.) Adi Hidayat, Lc., M.A., yang dikenal dengan UAH mengemukakan pendapat dan mengajak masyarakat untuk berfikir secara sehat, baik, dan berlogika mengenai isu PP Nomor 28 tahun 2024 pada Pasal 103; PP Kesehatan 2024 dan di-highlight beberapa poin yang perlu diperhatikan oleh masyarakat bernegara.
(1) Upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Adapun gambaran Pasal 103 Ayat 1 PP Kesehatan 2024 yang dijelaskan adalah adanya program pemberian informasi, edukasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang menargetkan kalangan anak sekolah dan remaja.
(2) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi;
b. menjaga Kesehatan reproduksi;
c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya;
d. keluarga berencana;
e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan
f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
Pasal 103 ini merajuk pada remaja dan anak sekolah yang perlu mendapatkan edukasi tentang perilaku seksual berisiko dan menjaga kesehatan reproduksi seperti bunyi pada pasal 2 di atas.
Pasal 103 Ayat 3 tentang pemberian pendidikan yang diberikan dalam kegiatan sekolah maupun di luar sekolah. Berbunyi sebagai berikut:
(3) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.
Adapun isi Pasal 103 Ayat 4 yang harus diperhatikan oleh masyarakat, berbunyi:
Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
Poin ini yang menjadi pembahasan hangat dan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat.
“Mengapa dalam konteks Pelayanan Kesehatan Reproduksi untuk anak sekolah dan remaja, ada point tentang penyediaan alat kontrasepsi? Dasar pemikirannya apa?“ ujar UAH dalam Channel Youtube resminya.
Dilanjutkannya, ”Korelasinya bagaimana?… Apakah memang di usia ini sudah dinilai dalam pengkajian yang mendalam, bahwa anak sekolah dan remaja ini sudah dinilai layak untuk melakukan hubungan seksual?”
Point “e” ini bisa menjadi musibah pertama bagi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Integritas Kemendikbud, khususnya yang menata pengelola pendidikan dan kebudayaan, yang harus menjaga intensitas dan bukan hanya intelektual untuk calon-calon penerus bangsa.
Foto : Sharing opini dari Ust. UAS mengenai fasilitas alat kontrasepsi bagi anak dan remaja Indonesia (Dok./YouTube)
UAH, dalam Channel Resmi YouTube-nya, juga menimbang UU Pendidikan No 20 tahun 2003 dari poin A sampai E. Sebab poin B itu, dasar utama yang ditargetkan oleh UU adalah membangun kekuatan spiritual, keimanan, ketaqwaan dan implementasinya akhlak mulia dan selanjutnya mencerdaskan bangsa. Bisa ditajamkan lagi, UU 1945 memberi amanat kepada pemerintah untuk mengusahakan, menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia. Ada standar iman dan takwa perwujudan dari sila yang pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
“…Aspeknya Pelayanan, Pelayanan Kesehatan Reproduksi, kalau sifatnya Pelayanan ‘kan bukan komunikasi lagi..” dilansir dari Channel YouTube resmi UAH
Pelayanan artinya penyediaan, jika sifatnya antisipatif, tidak harus menyediakan. Penting untuk diurai poin pertama karena tidak selaras dengan tujuan UU Pendidikan, hingga bisa dianggap sebuah missed. Adanya kontradiksi disisi lain, ingin meningkatkan iman dan taqwa, disisi lain difasilitasi melanggar konteks iman dan taqwa di usia ini, dalam UU Pernikahan sudah tercantum usia minumum boleh menikah. Anak-anak belum termasuk ke dalam usia menikah, masih masuk ke dalam usia sekolah dan remaja.
UU Pernikahan menetapkan usia batas minimal, UU Pendidikan meningkatkan iman dan takwa, UU Kesehatan di PP menyediakan satu alat kontra-diktif dengan kedua UU tadi. Ini yang menjadi sebuah persoalan. UAH menyatakan penting untuk duduk kembali dan merenungkan mau dibawa kemana bangsa ini dan berharap ada generasi emas 2045. Aturannya sudah ada, jelas dan lengkap serta perlu selanjutnya melaksakan implementasi dalam kehidupan sehari-hari.
UAH memberi contoh jika ada kasus yang sudah terjadi di usia dini atau sekolah demikian, tugasnya bukan difasilitasi dan disediakan. Tugasnya itu dicegah, bagaimana kasus itu bisa terjadi, di cari penyebabnya. Sebagai contoh, adanya edaran video pornografi yang mudah diakses dan disebar sehingga terjadi penyimpangan. Jika demikian, koordinasikan dengan Kominfo untuk ditutup, ada pendampingan di sekolah, ada pendampingan di keluarga dan disinergikan dengan turunan keluarganya. UAH juga mengajak untuk meriset ulang buku-buku pelajaran anak-anak dengan kurikulum sekolah, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan usia mereka dari riset kategori usianya karena di Indonesia memiliki nilai Ketimuran masih tinggi, tidak ada pergaulan bebas seperti di Eropa.
Problem pasal 103 mengenai PP Kesehatan 2024 adalah poin untuk saling bersinergi, tidak untuk menjelekan dan menjatuhkan atau mempermasalahkan pihak tertentu. UAH mengajak untuk berkontribusi positif guna memikirkan cara menjadikan generasi emas yang akan membangun Indonesia dengan karakter yang baik.
Referensi
– Presiden Republik Indonesia. 2024. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2024.
– Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.