banner 728x250

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalassemia

Foto : Ilustrasi Thalassemia/Freepik.com

MediaPerawat.id – Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10% (Kemenkes, 2018). Saat ini terdapat lebih dari 10.531 pasien thalassemia di Indonesia, dan diperikirakan 2.500 bayi baru lahir dengan thalassemia di indonesia.

1. Pengertian Thalassemia

Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited) dan  merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin dampak mutasi pada pada atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sebagai akibatnya usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek asal normal yaitu berusia 120 hari.

Thalasemia merupakan suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai sang defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin. Penyakit thalasemia artinya keliru satu penyakit genetik tersering di global. Penyakit genetic ini diakibatkan sang ketidakmampuan sumsum tulang membuat protein yang diperlukan buat memproduksi hemoglobin. Hemoglobin artinya protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi buat mengangkut oksigen asal paru-paru keseluruh bagian tubuh.

2. Etiologi  Thalassemia

Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi karena factor turunan genetic pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua.

Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada thalassemia. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

3. Klasifikasi Thalassemia

Klasifikasi dari penyakit thalassemia yaitu :

  1. Thalassemia alfa

Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan sintesis dalam rantai alfa.

2. Thalassemia beta

Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan pada rantai beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi

3. Thalasemia Minor

 Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.

4. Thalasemia Intermedia

Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa.

5. Thalasemia Mayor

Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun.

Namun apabila penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun  Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia.

4. Manifestasi Klinis Thalassemia

Dari beberapa masalah Thalassemia bisa ditemukan gejala-tanda-tanda seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut jantung meningkat, tulang paras abnormal serta pertumbuhan terhambat dan  bagian atas perut yang membuncit menggunakan pembesaran hati dan  limpa Pasien Thalassemia mayor umumnya membagikan gejalagejala fisik berupa hambatan pertumbuhan, anak sebagai kurus, perut membuncit dampak hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, verbal tongos (rodent like mouth), bibir relatif tertarik, dan  maloklusi gigi.

Perubahan ini terjadi akibat sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja buat membentuk sel darah merah, di Thalassemia bisa menyebabkan penebalan serta pembesaran tulang terutama tulang ketua serta wajah, selain itu anak akan mengalami pertumbuhan yang terhambat. dampak asal kurang darah kronis dan  transfusi berulang, maka pasien akan mengalami kelebihan zat besi yang lalu akan tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar pankreas, serta kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari akan mengakibatkan komplikasi. Perubahan tulang yang paling seringkali terlihat terjadi di tulang tengkorak serta tulang wajah. ketua pasien Thalassemia mayor sebagai besar  menggunakan penonjolan di tulang frontal dan  pelebaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar  asal orang normal.

Baca Juga : Kenali Stunting Pada Anak dan Cara Mencegahnya

 5. Patofisiologi Thalassemia

Kelebihan di rantai alpha ditemukan di beta thalasemia dan  kelebihan rantai beta dan  gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi pada sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi menjadi rantai polipeptida alpa serta beta, atau terdiri dari hemoglobin tidak stabilbadan Heinz, Mengganggu sampul eritrosit serta menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.

Kelebihan produksi dan  vandalisme RBC, mengakibatkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi serta vandalisme RBC mengakibatkan bone marrow sebagai tipis serta mudah pecah atau ringkih. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer serta sekunder. Penyebab utama adalah berkurangnya buatan Hb A serta eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder merupakan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang menyebabkan hemodilusi, dan  vandalisme eritrosit oleh system retikuloendotelial pada limfa serta hati. Penelitian biomolekular memberikan adanya mutasi DNA di gen sebagai akibatnya produksi rantai alfa atau beta berasal hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan akibat kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tak efektif, kurang darah kronis serta proses hemolysis.Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan terhambat serta permukaan perut yang membuncit dengan pembesaran hati dan limpa Pasien Thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejalagejala fisik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi.

Perubahan ini terjadi akibat sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel darah merah, pada Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak akan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang, maka pasien akan mengalami kelebihan zat besi yang kemudian akan tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang paling sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala pasien Thalassemia mayor menjadi besar dengan penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar dari orang normal.

6. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia

 a. Screening test

  • Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

  • Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% .

  • Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan.

  • Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi.

8. Penatalaksanaan Pengobatan

Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk Thalasemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan HLA.

  • Transfusi darah

Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta Thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl.

  • Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)

Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi yaitu:

1) Deferoxamine

Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan pendengaran.

 2) Deferasirox

Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.

3) Suplemen Asam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.

4) Transplantasi sum-sum tulang belakang

Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan selsel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya.

5) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)

Cord Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta. Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana.

6) HLA (Human Leukocyte Antigens)

 Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita sendiri sebagai ‘diri’ dan sel „asing’ sebagai lawan didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik berhubungan dengan penerima.

9. Komplikasi Thalassemia

Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi di penderita thalassemia.

a.         Komplikasi Jantung

Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi bisa menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, serta terkumpulnya cairan pada jaringan jantung. terdapat beberapa pemeriksaan rutin yang wajib  dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk mengusut fungsi jantung, dan  setahun sekali pemeriksaan menyeluruh buat memeriksa konduksi peredaran listrik jantung memakai electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan buat meningkatkan fungsi jantung bisa dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan  mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.

b.         Komplikasi di Tulang

Sumsum tulang akan berkembang dan  memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah menjadi berikut:

  1. Nyeri persendian dan  tulang
  2. Osteoporosis
  3. Kelainan bentuk tulang
  4. Risiko patah tulang semakin tinggi Jika kepadatan tulang sebagai rendah.

c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)

Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit buat mendaur ulang sel darah yang mempunyai bentuk tidak normal dan  menjadikan pada meningkatnya jumlah darah yang terdapat pada pada limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar . Transfusi darah yang bertujuan mempertinggi sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif Bila limpa telah membesar serta menjadi terlalu aktif, dan  mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa ialah satusatunya cara untuk mengatasi problem ini.Vaksinasi buat mengatasi potensi infeksi yang serius, mirip flu serta meningitis, disarankan buat dilakukan Bila anak Anda sudah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter Jika anak Anda mempunyai gejala infeksi, seperti nyeri otot serta demam, karena bisa membuahkan fatal.

c.         Komplikasi pada Hati

Kerusakan hati dampak terlalu banyak zat besi dapat mengakibatkan terjadinya beberapa hal, mirip fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, kemudian digantikan oleh jaringan parut, dan  hepatitis. sang sebab itu, penderita thalassemia dianjurkan buat menilik fungsi hati tiap 3 bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.

d.         Komplikasi di Kelenjar Hormon

Sistem hormon diatur sang kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan system hormon.Perawatan menggunakan terapi pergantian hormon mungkin diharapkan buat mengatasi pertumbuhan dan  masa pubertas yang terhambat dampak kelenjar pituitari yang rusak. terdapat beberapa komplikasi di kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut adalah:

  1. Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
  2. Pankreas – diabetes

pemeriksaan menggunakan mengukur berat serta tinggi badan wajib  dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali buat mengukur pertumbuhannya. sementara itu, investigasi pertumbuhan pada para remaja yang telah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

Asuhan Keperawatan Thalassemia

Konsep keperawatan meliputi pengkajian, diangosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi

  1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian adalah mengumpulkan data, memvalidasi data, megorganisasikan data dan mencatat yang diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk perumusan diagnose keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan sesuai kebutuhan pasien serta melakukan implementasi keperawatan.

a. Asal Keturunan/Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

  • Umur

 Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yanmbg gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.

  • Riwayat kesehatan anak

 Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport

  • Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

  • Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

  • Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

  • Riwayat kesehatan keluarga

jika penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. berikut adalah diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan Thalasemia dengan menggunakan standar diagnosis keperawatan indonesia dalam (PPNI, 2017)

a. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

  1. Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
  2. Gejala dan tanda Mayor

a) Subjektif : dyspnea

b) Objektif

  1. Penggunaan otot bantu pernapasan
  2. Fase ekspirasi memanjang
  3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradypnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes)
  4. Gejala dan tanda Minor

a) Subjektif : Ortopnea

b) Objektif

  1. Pernapasan pursed-lip
  2. Pernapasan cuping hidung
  3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
  4. Ventilasi semenit menurun
  5. Kapasitas vital menurun
  6. Tekanan ekspirasi menurun
  7. Tekanan inspirasi menurun
  8. Ekskursi dada berubah

b. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)

1) Definisi Masalah Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism tubuh

 2) Gejala dan Data Mayor

a) Subjektif : –

 b) Objektif

  1. Pengisian kapiler > 3 detik
  2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba
  3. Akral teraba dingin
  4. Warna kulit pucat
  5. Turgor Kulit menurun

3) Gejala dan Data Minor

a) Subjektif

  1. Parastesia
  2. Nyeri ekstermitas

b) Objektif

  1. Edema
  2. Penyembuhan luka lambat
  3. Indeks ankle- brachial

c. Intoleransi aktivitas (D.0056)

  1. Definisi : Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktifitas seharihari
  2. Gejala dan Data Mayor

a) Subjektif : Mengeluh Lelah

b) Objektif : Frekuens jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat

3) Gejala dan Data Minor

a) Subjektif

  1. Dispnea saat/setelah aktivitas
  2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
  3. Merasa lemah

 b) Objektif

  1. Tekanan darah berubah < 20% dari kondisi istirahat
  2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
  3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
  4. Sianosis

d. Resiko gangguan integritas kulit /jaringan (D.0139)

1) Definisi : Berisiko mengalami kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago kapsul sendi dan/atau ligamen).

2) Faktor Risiko

e. Resiko infeksi (D. 0142)

1) Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

2) Faktor Risiko

f. Gangguan citra tubuh (D.0083)

 1) Definisi : Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur, dan fungsi fisik individu 2) Gejala dan tanda Mayor

a) Subjektif : Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

b) Objektif :

  1. Kehilangan bagian tubuh
  2. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
  3. Gejala dan tanda Minor

 a) Subjektif :

  1. Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
  2. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
  3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
  4. Mengungkapkan perubahan gaya hidup

b) Objektif

  1. Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
  2. Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
  3. Focus berlebihan pada perubahan tubuh
  4. Respon non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh
  5. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
  6. Hubungan sosial berubah

g. Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)

1) Definisi : Kondisi individu mengalami gangguan kemampuan bertumbuh danberkembang sesuai dengan kelompok usia.

2) Gejala dan tanda Mayor

 a. Subjektif : (tidak tersedia)

b. Objektif

  1. Tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku khas sesuai usia (fisik, bahasa, motorik, psikososial)
  2. Pertumbuhan fisik terganggu
  3. Gejala dan tanda Minor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif :

  1. Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai usia
  2. Afek datar
  3. Respon sosial lambat
  4. Kontak mata terbatas
  5. Nafsu makan menurun
  6. Lesu
  7. Mudah marah
  8. Regresi
  9. Pola tidur terganggu (padabayi)

h. Ketidakseimbangan nutrisi

subjekti :

  1. mengeluh tidak nafsu makan

objektif :

1. berat badan turun dari batas  normal.

3. Intervensi keperawatan

 Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien. Adapun rencana keperawatan yang seuai dengan penyakit Thalasemia menurut (PPNI, 2018) (PPNI, 2016) adalah sebagai berikut :

a. Pola nafars tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan penurunan energy

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas klien membaik Kriteria Hasil :

  • Frekuensi nafas membaik
  • Fungsi paru dalam batas normal
  • Tanda- tanda vital dalam batas normal

2) Intervensi Observasi

  • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
  • Monitor pola nafas (seperti bradipnea, Takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
  • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

d) Auskultasi bunyi Nafas

  • Monitor saturasi oksigen Terapeutik
  • Posisikan semi fowler atau fowler
  • Berikan Oksigen jika perlu

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi aktivitas meningkat Kriteria Hasil :

  • Keluhan lelah menurun
  • Perasaan lemah menurun
  • Tenaga Meningkat

2) Intervensi :

Observasi

  • a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan lelah
  • b) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas,catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas
  • c) Monitor kelelahan fisik dan emosional
  • d) Catat respon terhadap tingkat aktivitas Terapeutik
  • a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
  • b) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
  • c) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpidah atau berjalan
  • d) Libatkan keluarga dalam aktvitas, jika perlu Edukasi

a) Anjurkan Tirah baring

b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas

c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi hemoglobin

1) Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi perifer meningkat Kriteria hasil :

  •  a) Warna Kulit pucat menurun
  • b) Pengisian kapiler membaik
  • c) Akral membaik
  • d) Turgor kulit membaik

2) Intervensi :

Observasi

  • a) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, anklebrachial index)
  • b) Monitor panas,kemerahan,nyeri, atau bengkak pada extermitas
  • c) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan atau gelisah

Terapeutik

  • a) Lakukan pencegahan infeksi
  • b) Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin) Edukasi
  • a) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
  • b) Anjurkan perawatan kulit yang tepat (mis.melembabkan kulit kering pada Kaki)

d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

 1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun Kriteria hasil :

  • a) Kebersihan tangan meningkat
  • b) Kebersihan badan meningkat
  • c) Nafsu makan meningkat

2) Intervensi :

Observasi

  1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistmik

 Terapeutik

  • a) Perhatikan teknik aseptic terhadap pemasangan transfusi
  • b) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
  •  c) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi Edukasi
  • a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • b) Ajarkan cuci tangan dengan benar
  • c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

e. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit dan jaringan klien meningkat

Kriteria hasil :

  • a) Perfusi jaringan meningkat
  • b) Kerusakan lapisan Kulit menurun

 2) Intervensi Observasi

a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

Terapeutik

  • a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
  •  b) Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
  •  c) Gunakan Produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik
  • d) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada Kulit kering Edukasi
  • a) Anjurkan menggunakan pelembab (Mis. lotion, serum)
  •  b) Anjurkan minum yang cukup
  • c) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
  • d) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

 f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh

1) Tujuan: Setelah pemberian tindakan keperawatan diharapkan citra tubuh klien meningkat

Kriteria hasil :

  • a) Melihat bagian tubuh meningkat
  • b) Vebralisasi perasaan negative tentang perubahan tubuh menurun
  • c) Hubungan social membaik

 2) Intervensi :

 Observasi

  • a) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
  • b) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social

Terapeutik

  • a) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
  • b) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
  • c) Diskusikan presepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

Edukasi

  • a) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis.kelompok sebaya)
  • b) Latih peningkatan penampilan diri (mis.berdandan)
  • c) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain dan kelompok

g. Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik

1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status perkembangan membaik

Kriteria hasil :

  • a) Keterampilan/ prilaku sesuai dengan usia
  • b) Respon social meningkat
  • c) Kontak mata meningkat
  •  d) Afek Membaik

2) Intervensi :

Observasi

  1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak

Terapeutik

  • a) Minimalkan kebisingan ruangan
  • b) Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal
  • c) Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
  • d) Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan balik atas usahanya
  • e) Mempertahankan kenyamanan anak
  • f) Bernyanyi bersama anak lagu-lagu yang disukai

 Edukasi

  • a) Jelaskan orang tua/pengasuh tentang milestone perkembangan anak dan perilaku anak
  • b) Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anak

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klienkeluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi .

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif dengan menggunakan beberapa metode. Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

  1. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.

2. Evaluasi akhir (formatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

Sumber Referensi :

Dahnil et al. 2017.  Gambaran Pertumbuhan Anak. Jakarta : Jurnal Kesehatan.

Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama RISKESDAS 2018. Kemenkes RI: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Safitri Rosnia, Juniar Ernawaty, Darwin Karim (2015). Hubungan Kepatuhan Tranfusi Dan Konsumsi Kelasi Besi Terhadap Pertumbuhan Anak Dengan Thalasemia.Jakarta : Jurnal Kesehatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *