Opini  

Keretakan Rumah Tangga Berujung Depresi pada Anak

Freepik.com

Tidak bisa dipungkiri bahtera rumah tangga dalam perjalanannya memiliki banyak rintangan. Tak jarang hal itu justru menuju pada sebuah keretakandan berujung pada sebuah perceraian. Mengacu dari merdeka.com, angka perceraian khususnya yang beragama Islam pada tahun 2019 mencapai angka 480.618 kasus di Indonesia. Sungguh angka yang amat fantastis sekali.

Namun apakah mereka mimikirkan dampak ke dedepannya? Siapakah yang paling terkena dampaknya? Tentu saja sudah menjadi rahasia umum, bahwa anak-anak lah yang menjadi korban keretakan tersebut. Dan yang paling buruk adalah menjadi penyebab dari depresi anak. Namun penulis tidak bisa menemukan statistik kasus depresi pada anak akibat perceraian orang tua.

Baca juga : Pilihan Intervensi Untuk Mengatasi Gangguan Pola Tidur Pada Anak

Contoh yang penulis temui adalah D (18 tahun), seorang mahasiswi semester 2 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Awal keretakan orang tuanya sudah dimulai sejak dia umur 4 tahun, karena masalah finansial. “Awalnya cuma diem-dieman (tidak saling sapa), tapi akhirnya mereka berdua udah berani main tangan.” Kata D. D juga mengaku jika ayahnya sudah main tangan, dia akan memukul siapa saja, semua anggota keluarga tanpa pandang bulu.

Kemuadian D mengaku juga, ibunya juga sering main tangan kepada D hanya karena masalah sepele. Dan akhirnya mengakibatkan depresi pada D. D mengakatakan orang tuanya akhirnya cerai saat D kelas 6 SD. Dan sang ibu menikah lagi. Namun kisahnya masih tetap sama, dan yang menjadi ironi, sang ayah tiri juga ikut main tangan kepada D.

Source : Freepik.com

D sudah berpikir untuk bunuh diri berkali-kali. Bahkan D sering kali melakukan self harm dengan menggores tubuhnya memakai benda tajam. “Ya lebih baik sakit ke fisik daripada ke hati (sakit hati kepada keluarga).” Ungkap D.

Contoh lainnya adalah I, seorang mahasiswi semester 2 di Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. I mengaku orang tuanya sudah bercerai sejak I masih bayi dan kemudian dia diasuh oleh ibunya. Karena masalah ekonomi akhirnya I diadopsi dan diasuh oleh keluarga tirinya. I mengaku bahawa keluarga tirinya tidak memperlakukan dirinya seperti anaknya, I mengaku keluarga tirinya suka menjelekkan dirinya di belakangnya dan berbicara tidak sesuai fakta. “Walaupun nggak menyakiti secara fisik, tapi menyakiti secara mental.” Ungkap I.

Cerita depresi I dimulai saat dirinya masuk kuliah, ketika itu orang tua angkatnya menginnginkan I untuk mengambil jurusan yang tidak sesuai dengan minat dan bakatnya, bahkan I mengaku dari dulu dia merasa kesulitan dengan hal yang berhubungan dengan jurusan tersebut. Dan orang tuanya tetap memaksakannya.

Baca juga : Hubungan Kesehatan Mental dan Fisik Perawat dengan Medical Error

Saat depresi I hanya mengurung dirinya di dalam kamar, dan menggambar orang yang sedang bunuh diri. I mengaku, sudah timbul keinginan untuk bunuh diri dalam dirinya, namun I mengurungkan itu.

Banyak orang yang mengaku sudah siap untuk menikah. Namun apakah mereka sudah siap untuk menjadi orang tua? Setidaknya sebuah pasangan harus belajar parenting sebelum memiliki anak. Menjadi orang tua tidak hanya melulu tentang mencukupi kebutuhan fisiknya, namun juga kebutuhan mentalnya.

S (20 tahun) dan SA (19 tahun), seorang mahasiswi Perguruan Tinggi di Kota Semarang. Kemudian A (20 tahun), seorang mahasiswa semester 4 di Perguruan Tinggi di Kota Semarang. Yang mana mereka semua berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Saat ditanya tentang pentingnya belajar parenting sebelum menikah, mereka semua menjawab penting. Setidaknya belajar parenting sebelum menikah tidak dianggap hal yang tabu, dan setidaknya masih ada secercah harapan untuk kedepannya.

Jika kalian pernah mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang tua, kalian sudah tahu bagaimana rasanya. Jangan sampai anak kalian nanti merasakan apa yang kalian rasakan. Penulis hanya berpesan jika kalian sudah merasakan gejala depresi sebaiknya langsung perikasakan diri anda ke psikiater. Pergi ke psikiater bukanlah sebuah aib dan harus dihindari, ini adalah upaya untuk membantu anda lepas dari masalah mental dan menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.

(DOK/FM)

Exit mobile version