Opini  

Mendongkrak Reputasi Perawat Okupasi Sebagai Perawat Spesialis Industri: Refleksi HUT PPNI Ke-48

Mediaperawat.id – Etimologinya, Occupational Health Nurse (OHN) jika diterjemahkan secara Letterlijk (leterlek) dalam Bahasa Indonesia berarti Occupational (kerja), Health (Kesehatan), dan Nurse (perawat): Perawat Kesehatan Kerja. Namun OHN itu adalah sebuah istilah yang bijaksananya tidak serta merta kita bisa terjemahkan secara harfiah kata-per-kata. Sebaliknya kita harus memahami konteks secara menyeluruh secara profesional. ‘Kerja’ dalam bahasa Inggris bisa berarti: work, job, celebration, activities, dan bisa juga occupation. Sama seperti kata ‘nursing’ yang unik penggunaannya. ‘Nursing’ sebenarnya ‘beda’ dengan kata ‘perawatan’ Kata ‘perawatan’ itu tidak unik. Kata ‘perawatan’ bisa digunakan pada kalimat ‘perawatan suku cadang, perawatan kapal, perawatan alat rumah tangga’ dan lain-lain. Sementara kata ‘nursing’ di negeri aslinya sana tidak pernah digunakan untuk kapal, suku cadang atau alat rumah tangga. Mereka menggunakan kata ‘maintemance’ yang artinya juga perawatan atau kata ‘care’ yang juga berarti ‘perawatan’. Nursing adalah kata unik untuk tujuan profesional.

Oleh sebab itu, kata-kata ‘Occupational Health Nursing’ sebagai sebuah istilah kurang tepat jika diartikan ‘perawat kesehatan kerja’, karena ‘occupational’ itu unik. Kata ‘occupation’ tidak digunakan pada kalimat :’kerjamu di mana, tempat kerja, pekerjaan saya, rimayat pekerjaan’. Kita gunakan kata ‘job, work’. Terjemahan yang lebih mendekati ‘occupational’ adalah ‘Okupasional atau okupasi’ sebagaimana istilah-istilah lain dalam bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Inggris seperti kata telecommunication, physiotherapy, nutritional, geography dan lain-lain yang penyerapanya tanpa mengubah kata aslinya. Karena itu dalam dunia kedokteran (Occupational Health Physician), diadopsi menjadi ‘Kedokteran Okupasi’, bukan ‘Kedokteran Kesehatan Kerja’. Sebutan OHN dalam Bahasa Indoneia yang tepat adalah ‘Perawat Okupasi’ atau ‘Keperawatan Okupasi’ untuk ilmunya, ‘Asosiasi Perawat Okupasi’ untuk himpunannya. Pembenahan dari dasar terkait pemberian nama dari hasil terjemahan ini menunjukkan kemampuan analisa profesional kita dalam pemilihan kata yang tepat (diksi).

Kedua, menurut American Association of Industrial Health Nurse (AAOHN) Occupational Health Nurse (OHN) memiliki fungsi, tugas dan peran yang jauh lebih kompleks dari kurikulum pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Materi umum dasar OHN yang direkomendasikan AAOHN meliputi fitness to work, health promotion, health prevention, health surveillance dan management of ill health yang didukung kegiatan lain seperti health hazard and risk in the work place, audiometry, spirometry, VO2Max, ECG, BMI dan visual screening. Materi-meteri tersebut tidak perlu kita terjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai sebuah istilah dalam sebuah ilmu pengetahuan. Yang diberikan pelatihan Hiperkes (Hygiene Perusahaan, Ergonomi dan Kesehatan) yang bersifat umum dengan materi seputar kesehatan dan keselamatan kerja serta sistem yang mendasarinya. Kesenjangan materi tersebut yang membuat perawat kita di industri kurang memiliki wawasan terkait peran, fungsi dan tanggungjawab mereka di tempat kerja, bahkan minimnya pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu pengetahuan lantaran semua istilah aslinya kita terjemahkan bebas. Terlebih, belum adanya sertifikasi khusus bagi perawat okupasi membuat perawat industri di Indonesia kehilangan eksistensinya dalam bekerja. Proses sertifikasi OHN di Amerika Serikat misalnya, melalui lembaga independen bernama American Board for Occupational Health Nurse (ABOHN), sedangkan di Indonesia dilakukan melalui lembaga kesehatan dan keselamatan kerja di bawah Kementrian Tenaga Kerja.

Persoalan ketiga adalah dalam sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) disebutkan bahwa setiap perusahaan yang memiliki karyawan lebih dari 100 orang wajib memiliki klinik kesehatan. Menurut BPS (2021), jumlah angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2021 mencapai 140,15 juta orang, naik 1,93 juta orang dibanding Agustus 2020. Sementara jumlah penduduk usia kerja yang telah bekerja pada Agustus 2021 sebesar 131,05 juta orang. Ini menunjukkan betapa besar prospek peluang kerja Perawat Okupasi di Indonesia. Kita butuh puluhan ribu angkatan kerja perawat okupasi. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari pada angka kesakitan yang mencapai 15% atau sekitar 41 juta jiwa lebih. Artinya, ruang lingkup kerja perawat okupasi jauh di atas perawat spesialis lain yang menangani orang sakit. Kita ketahui salah satu tujuan perawat okupasi adalah meningkatkan produktivitas kerja. Dengan demikian keberadaan perawat okupasi adalah keikutsertaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa secara menyeluruh. Sayangnya kita tidak memiliki lembaga pendidikan OHN di negeri ini.

BACA JUGA : Usaha Bisnis Dalam Area Asuhan Keperawatan

Persoalannya, apa yang dimuat dalam Undang-Undang Keperawatan belum sepenuhnya diimplementasikan pada praktik sistem kesehatan di Indonesia. Pemilihan diksi ‘paramedik’ atau ‘juru rawat’ misalnya, bertentangan dengan Undang-undang Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan yang mengeliminasi istilah tersebut dan menggantinya dengan sebutan ‘perawat’. Belum lagi Kementrian Ketenagakerjaan yang masih menggunakan istilah paramedik yang sudah seharusnya diubah. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Per.01/MEN/1979 menyebutkan perusahaan wajib memberikan pelatihan hygine keselamatan dan kesehatan kerja bagi paramedik. Kita ketahui posisi undang-undang jauh di atas peraturan kementerian. Oleh karena itu kita bersama memiliki tugas dan tanggungjawab guna memberikan masukan perlunya direview peratutan tersebut dan diperbaiki dengan penggunaan istilah yang tepat dan professional. Kita butuh kerjasama antara akademisi, organisasi profesi keperawatan, serta seluruh perawat Indonesia dalam upaya pembenahan ini.

Yang keempat, tentang pendidikan. Di negara-negara maju seperti USA, Australia, UK, Canada bahkan Thailand sudah lama menjalankan pendidikan OHN yang di kita belum terlihat tanda-tandanya bahkan untuk kategori pelatihan OHN. Oleh sebab itu kita membutuhkan sosialisasi mengingat pentingnya kualitas professional yang didukung oleh kesediaan pendidikan formal yang legal. Keberadaan organisasi profesi seperti Himpunan Perawat Kesehatan Kerja perlu refleksi dan membutuhkan dukungan dari anggota yang memiliki latarbelakang pendidikan spesialis berlatarbelakang Occupational Health. OHN adalah profesi keperawatan spesialis yang ditempuh melalui jenjang pendidikan spesialis (S2). Jika kita menghendaki kemajuan keperawatan okupasi, upaya untuk melahirkan pendidikan OHN harus diprioritaskan. Jika tidak, ini merupakan salah satu akar masalah mengapa banyak perawat yang bekerja di industri kemudian hengkang dan pindah ke HSE, karena merasa tidak memiliki jenjang pendidikan spesialis OHN dalam tubuh profesi keperawatan itu sendiri.

BACA JUGA : Kompetensi Perawat Informatika

Empat persoalan di atas bisa kita jadikan bahan refleksi di HUT PPNI yang ke 48 ini. Perawat Okupasi membutuhkan pendidikan formal sebagaimana perawat spesialisasi lainnya. Kita butuh pemilihan kata yang tepat untuk OHN, kerja yang sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya, serta sertifikasi yang sebagamana tertuang dalam undang-undang. Sifatnya bisa urgent mengingat kebutuhan kesehatan kerja di Indonesia menyangkut kemaslahatan orang banyak di negeri ini juga harus diutamakan kualitas pelayanannya oleh professional yang kompeten melalui pendidikan formal. Lebih dari 100 juta pekerja bergantung pada perawat okupasi dalam pelayanan kesehatan kerja. Dalam parktinya perawat okupasi berada di garda depan pelayaan kesehatan kerja. Membenahi reputasi perawat okupasi berarti mendongkrak harkat dan martabat perawat Indonesia. Semoga.

***
Happy Birthday PPNI….
Malang, 16 Maret 2022
Syaifoel Hardy
Indonesian Nursing Trainers-Malang

banner 728x90
Exit mobile version