banner 728x250

Terapi Murottal Solusi Atasi Dismenore Pada Remaja

Foto : Freepik.com

MediaPerawat.id – Dismenore seringkali dianggap menjadi nyeri yang biasa dialami ketika menstruasi. Namun dismenore yang tidak ditangani dengan benar, akan berdampak pada terganggunya aktivitas sehari-hari. Hal ini karena akan menimbulkan keluhan lemah, hingga gelisah karena kram hebat yang menyertai keluarnya sejumlah darah dari rahim. Salah satu cara mengatasi dismenore adalah dengan teknik distraksi dengan terapi murottal.

Apa Sih Dismenore Itu?

Salah satu masalah yang dialami oleh kebanyakan perempuan ketika menstruasi adalah adanya nyeri haid atau sering disebut dengan dismenore. Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim yang terjadi selama haid. Rasa nyeri timbul bersamaan dengan permulaan haid dan berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari hingga mencapai puncak nyeri (Larasati & Faridah, 2016). Wanita yang berusia antara 8-13 tahun atau pada masa awal usia remaja umumnya akan mengalami menstruasi (haid) untuk pertama kalinya atau biasa disebut dengan menarche. Menstruasi ini merupakan salah satu tanda dimana seorang wanita telah memasuki masa pubertas di dalam hidupnya.

Baca juga : Mioma Uteri, Tumor Jinak pada Perempuan

Menurut studi klinis, prevalensi dismenore seluruh dunia berkisar antara 15,8% sampai 89,5%, dengan kejadian yang lebih tinggi pada populasi remaja. Sedangkan di Indonesia sendiri, prevalensi dismenore berkisar antara 45-95% dikalangan usia wanita produktif dengan 55% diantaranya merasa terganggu dan tidak nyaman saat terjadinya dismenore (Marlinda, 2013).

Penyebab Dismenore

Dismenore sendiri terbagi menjadi 2, yakni dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang tidak didasari kondisi patologis. Onset awal dismenore primer biasanya terjadi dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah menarche dengan durasi nyeri umumnya 8 sampai 72 jam. Dismenore primer berkaitan dengan kontraksi otot uterus (miometrium) dan sekresi prostaglandin. Tingginya jumlah prostaglandin dalam endometrium menyebabkan kontraksi yang kuat pada miometrium sehingga mampu menyempitkan pembuluh darah, mengakibatkan iskemia, desintegrasi endometrium, serta nyeri ketika menstruasi. Sedangkan pada dismenore sekunder, nyeri haid yang terjadi didasari dengan kondisi patologis di rongga panggul seperti ditemukannya endometriosis atau kista ovarium

Tak hanya itu, terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan meningkatnya tingkat kejadian dismenore primer. Faktor risiko tersebut antara lain:

  • Menarche usia dini
  • Riwayat keluarga dengan keluhan dismenore
  • Indeks Masa Tubuh yang tidak normal
  • Kebiasaan memakan makanan cepat saji
  • Durasi perdarahan saat haid
  • Terpapar asap rokok
  • Konsumsi kopi, dan
  • Alexithymia atau sulit mengungkapkan emosi

Gejala Dismenore

Bentuk dismenore yang banyak dialami oleh remaja adalah kekakuan atau kejang di bagian bawah perut. Rasanya sangat tidak nyaman sehingga menyebabkan mudah marah, gampang tersinggung, mual, muntah, kenaikan berat badan, perut kembung, punggung terasa nyeri, sakit kepala, timbul jerawat, tegang, lesu, dan depresi. Gejala ini datang sehari sebelum haid dan berlangsung 2 hari sampai berakhirnya masa haid (Larasati & Faridah, 2016).

Berdasarkan penelitian Parker MA et all terdapat beberapa gangguan psikologi yakni dilaporkan 73% merasa ingin marah-marah, 65% depresi, 52% merasa sangat sedih, 32% merasa kewalahan, dan 25% merasa ingin bersembunyi.

Penanganan Dismenore

Penanganan dismenore dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis. Penanganan dismenore secara farmakologis dapat dilakukan dengan menggunakan analgesik untuk menurunkan skala nyeri. Meskipun secara efektif analgesik dapat mengurangi nyeri, namun penggunaan analgesik yang digunakan secara terus-menerus akan menimbulkan dampak ketagihan dan akan memberikan efek samping obat yang berbahaya bagi pasien. Terapi non farmakologis, seperti distraksi dapat digunakan untuk membantu menurunkan tingkat nyeri dismenore. Salah satu terapi distraksi yang mudah dilakukan adalah terapi murottal dengan mendengarkan bacaan Al-Quran (Rahmah & Astuti, 2019).

Apa Itu Terapi Murottal?

Terapi murottal merupakan jenis terapi distraksi auditori yang menggunakan unsur suara manusia untuk menstimulasi tubuh dalam menurunkan hormon-hormon stres, dan mengeluarkan hormon endorphin. Terapi murottal berfungsi untuk meningkat mood sehingga mampu merubah respon penerimaan individu terhadap nyeri, serta meningkatkan perasaan rileks.

Bacaan Al-Qur’an merupakan obat yang komplit untuk berbagai macam penyakit, dari penyakit hati hingga penyakit fisik, baik itu penyakit dunia maupun penyakit akhirat. Pemberian terapi bacaan Al-Qur’an yang diperdengarkan (murottal Al-Qur’an) dapat memberikan efek penyembuhan penyakit jasmani dan rohani. Pembacaan Al-Qur’an akan menambah kekuatan iman dan memberikan ketentraman hati (Anwar et al., 2019).

Baca juga : Inilah Ketoasidosis Diabetes Militus Yang Perlu Diwaspadai

Efektivitas Terapi Murottal Dalam Mengatasi Dismenore Secara fisik terapi murottal terdiri dari unsur suara manusia yang merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon endorphin secara alami, sehingga menurunkan hormone-hormone stres, meningkatkan perasaan rileks, mengalihkan perhatian dari rasa takut dan cemas serta memperbaiki metabolisme tubuh, sehingga dapat menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernapasan, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak.

Terapi murottal bekerja dengan cara mempengaruhi mekanisme otak, dimana dengan adanya stimulus dari luar berupa lantunan ayat Al-Quran, maka akan merangsang otak untuk menghasilkan neuropeptide yang merupakan zat kimia dalam tubuh, kemudian molekul-molekul tersebut akan mengangkut reseptor dalam tubuh sehingga tubuh akan memberi umpan balik berupa rasa nyaman (Handayani, 2014).

Lantunan ayat Al Quran dalam terapi Murottal mempunyai irama yang konstan, teratur, dan tidak ada perubahan yang mendadak serta nadanya rendah mempunyai efek relaksasi terhadap tubuh. Dengan mendengarkan lantunan murottal dalam rentang waktu antara 60-70 menit secara konstan, teratur dan tidak ada perubahan mendadak akan menimbulkan efek relaksasi pada tubuh sehingga akan mengalihkan perhatian seseorang dari rasa nyeri dan menurunkan tingkat nyeri haid/dismenore (Indrawati & Putriadi, 2019).

Hasil studi penelitian yang dilakukan Desi&Sri (2021) menunjukkan adanya penurunan tingkat dismenore pada 2 subjek intervensi setelah dilakukan terapi murottal dengan penurunan skala nyeri sedang menjadi ringan. Periode intervensi dilakukan selama 3 hari dengan 3 pertemuan, dimana setiap pertemuan dilakukan penerapan selama 60 menit. Pada penelitian lain yang dilakukan Ihsan, dkk (2015) menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami dismenore ringan setelah dilakukan intervensi pada subjek yang berjumlah 13 orang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat efektivitas terapi murottal terhadap perubahan tingkat dismenore.

Prosedur Pelaksanaan Terapi Murottal

  • Persiapkan peralatan yang dibutuhkan seperti handphone, earphone
  • Penderita berada pada posisi senyaman mungkin
  • Pilihlah surah sesuai yang diinginkan atau secara acak
  • Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, dan panggilan telepon selama mendengarkan murottal
  • Dekatkan handphone dan pasang earphone
  • Nyalakan murottal dan lakukan terapi murottal
  • Pastikan volume sesuai dan tidak terlalu keras
  • Lakukan terapi secara kontinyu dalam rentang waktu tertentu

Daftar Referensi
Amirul Ihsan. (2015). Efektivitas Terapi Murottal Terhadap Perubahan Tingkat Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura Angkatan 2013. Jurnal ProNers Universitas Tanjungpura, 3(1).
Fatmawati, D. S. and Rejeki, S. (2021). Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Dismenore Menggunakan Terapi Murottal. Jurnal Unimus Ners Muda, 2(1), pp. 24–29. doi: 10.26714/nm.v2i1.6241.
Larasati, T. A., A. and Alatas, F. (2016). Dismenore Primer dan Faktor Risiko Dismenore Primer pada Remaja. Jurnal Majority, 5(3), pp. 79–84.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *