banner 728x250
Askep  

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Lansia Dengan Diagnosa Keperawatan Depresi, Kesepian, Dan Resiko Jatuh

pixabay.com

A. Konsep Lansia Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas yang menjadi sebuah tahap dari pertumbuhan dan perkembangan manusia, dimulai setelah manusia tersebut selesai dari tahapan-tahapan (bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa) sehingga membentuk sebuah proses selama hidup (Azizah, 2011) (Nugroho, 2008) (UU RI, 1998). Lansia mengalami proses biologis, kejiwaan, dan sosial yang disebabkan oleh usianya, bukan suatu penyakit namun sebuah keadaan pada saat manusia mengalami penurunan kemampuan tubuh untuk melakukan adaptasi dari stres lingkungan, serta gagalnya individu dalam mempertahankan keseimbangan dari kondisi psikologis yang berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (UU RI, 1998) (Efendi, 2009)

1. Klasifikasi Lansia

Menurut WHO tahun 1999, lansia digolongkan menjadi 4 kelompok. Kelompok usia pertengahan (middle age) dengan rentang usia 45-59 tahun, lanjut usia (eldery) dengan rentang usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) dengan rentang usia 75- 90 tahun, usia sangat tua (very old) dengan usia diatas 90 tahun.

2. Karakteristik Lansia

Karakteristik yang terdapat pada individu yang dapat dikatakan lansia adalah berusia 60 tahun atau lebih, mengalami berbagai masalah kesehatan, dan kebutuhan hidup sehari-hari meningkat.  Karakteristik lainnya yaitu, lingkungan tempat tinggal lansia beragam, mengalami berbagai penyakit, berubahnya tanda dan gejala penyakit, tidak dapat melakukan aktivitas secara maksimal, dan berkurangnya daya indera yang dimiliki lansia akan mempengaruhi nafsu makan lansia

3. Tipe Lansia

Banyak ditemukan berbagai macam tipe yang menonjol pada lansia saat ini yaitu:

  • Tipe Arif Bijaksana
    Tipe ini dimiliki oleh lansia yang memaknai hidupnya dengan kekayaan hikmah terhadap setiap pengalaman, sehingga dapat menyesuaikan dirinya terhadap perubahan.
  • Tipe Mandiri
    Tipe ini dimiliki oleh lansia yang dapat mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman, serta menghadari undangan acara.
  • Tipe Tidak Puas
    Tipe ini dimiliki oleh lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin menimbulkan penentangan proses penuaan.
  • Tipe Pasrah
    Tipe ini dimiliki oleh lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan ibadah, mau melakukan kegiatan apa saja.
  • Tipe Bingung
    Tipe ini dimiliki oleh lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
  • Tipe Optimis
    Tipe ini ditandai pada lanjut usai yang periang, memiliki penyesuaian cukup baik, dapat memandang masa lansia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
  • Tipe Konstruktif
    Tipe ini ditandai pada lansia yang mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri.
  • Tipe Ketergantungan
    Tipe ini ditandai pada lansia yang masih dapat diterima di tengah masyarakat tetapi, selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis.
  • Tipe Defensif
    Tipe ini ditandai pada lansia yang biasanya mempunyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, takut menghadapi masa tua.
  • Tipe Militan dan Serius
    Tipe ini ditandai pada lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, dan bisa menjadi panutan.
  • Tipe Pemarah Frustasi
    Tipe ini ditandai pada lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, penyesuaian diri yang buruk. Pada tipe ini lansia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.
  • Tipe Bermusuhan
    Tipe ini ditandai pada lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.
  • Tipe Putus Asa, Membenci, dan Menyalahkan Diri Sendiri
    Tipe ini ditandai pada lansia yang bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri. Lansia tidak hanya mengalami kemarahan namun juga depresi, memandang lansia sebagai ketidakbergunaan karena masa yang tidak menarik.

BACA JUGA : Asuhan Keperawatan Tercantum Pada SDKI dan SIKI

4. Perubahan dan Masalah pada lansia

Perubahan yang sering dialami lansia adalah dari faktor fisik, psikologis, dan social.

a. Perubahan Fisik

Lansia akan mengalami perubahan sel yang semakin sedikit, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler seperti penurunan kekuatan jantung dan elastisitas arteri, lansia akan kehilangan gigi dan indera pengecap sehingga terjadi penurunan rasa lapar, peningkatan BAK dan penyakit gagal ginjal sering menyerang lansia, penurunan sistem saraf, perubahan muskuloskeletal yang menyebabkan osteoporosis, penurunan sistem metabolisme oleh hati dan ginjal, penurunan penglihatan dan pendengaran, serta perubahan integumen.

Lansia akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan fungsional, 85% lansia diatas 65 tahun memiliki satu penyakit kronis dan 50% memiliki dua atau lebih. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan lansia rentang mengalami gangguan sensorik, imobilitas, sesak nafas, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, stroke, osteoporosis, ketergantungan, dan sebagainya sehingga mempengaruhi psikologisnya dan stres.

b. Perubahan Psikologis dan Sosial

Pensiun adalah ketika individu memasuki usia 56 tahun. Masa ini merupakan masa awal memasuki lanjut usia. Pensiun adalah nilai seseorang yang diukur oleh produktivitas dan identitas yang akan dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Apabila seseorang penpensiun atau purna tugas, maka akan mengalami beberapa hal yang mungkin berarti dalam hidupnya seperti kehilangan finansial, status, teman atau relasi, pekerjaan, ekonomi, dan lain-lain.

Jika pada masa ini individu lemah atau tidak siap menghadapi masa pensiun maka akan terjadi berbagai masalah yang muncul pada lansia. Masalah psikologis adalah masalah yang paling sering dialami oleh lansia. Masalah psikologis yang sering dialami lansia adalah kesepian, keterasingan, perasaan tidak berguna, post power syndrome, kurang percaya diri, short term memory, frustasi, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, kesepian, dan kecemasan.

B. Depresi

1. Pengertian Depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat dalam aktivitas sehari-hari), dalam Gerald C. Davison, 2004. Menurut Iyus Yosep (2007), depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehil

angan gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa. Sedangkan pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu dan putus asa.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.

2. Penyebab Depresi

Depresi disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Jika seseorang di dalam riwayat kesehatannya memiliki keluarga yang mengalami depresi, maka terdapat kecenderungan untuk mengalami depresi juga. Menurut Kaplan (2002) dan Nolen – Hoeksema & Girgus (dalam Krenke & Stremmler, 2002), faktor – faktor yang dihubungkan dengan penyebab dapat dibagi atas :

a. Faktor Biologi

Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan system limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus. Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotrasmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Pada wanita, perubahan hormon dihubungkan dengan kelahiran anak dan menoupose juga dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi. Penyakit fisik yang berkepanjangan sehingga menyebabkan stress dan juga dapat menyebabkan depresi.

b. Faktor Psikologis/Kepribadian

Individu yang dependent, memiliki harga diri yang rendah, tidak asertif, dan menggunakan ruminative coping. Nolen – Hoeksema & Girgus juga mengatakan bahwa ketika seseorang merasa tertekan akan cenderung fokuspada tekanan yang mereka rasa dan secara pasif merenung dari pada  mengalihkannya atau melakukan aktivitas untuk merubah situasi.

Pemikiran irasional yaitu pemikiran yang salah dalam berpikir seperti menyalahkan diri sendiri atas ketidak beruntungan. Sehingga individu yang mengalami depresi cenderung menganggap bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan lingkungan dan kondisi dirinya. Hal ini dapat menyebabkan pesimisme dan apatis.

c. Faktor Sosial

Depresi dapat disebabkan oleh kejadian tragis seperti kehilangan seseorang atau kehilangan dan kegagalan pekerjaan, paska bencana, melahirkan, masalah keuangan, ketergantungan terhadap narkoba atau alkhohol, trauma masa kecil, terisolasi secara sosial, faktor usia dan gender, tuntutan dan peran sosial misalnya untuk tampil baik, menjadi juara di sekolah ataupun tempat kerja, ataupun dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya.

3. Ciri-ciri dan Gejala Depresi

Pada umumnya, individu yang mengalami depresi menunjukkan gejala psikis, fisik dan sosial yang khas. Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa orang lainnya lebih banyak. Tinggi rendahnya gejala bervariasi dari waktu ke waktu. Menurut Institut Kesehatan Jiwa Amerika Serikat (NIMH) dan Diagnostic and Statistical manual IV – Text Revision (DSM IV – TR) (American Psychiatric Association, 2000). Kriteria depresi dapat ditegakkan apabila sedikitnya 5 dari gejala dibawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu 2 minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya. Gejala dan tanda umum depresi adalah sebagai berikut :

a. Gejala Fisik

Terjadinya gangguan pola tidur; sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia), menurunnya tingkat aktivitas; misalnya kehilangan minat, kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya disukai, sulit makan atau makan berlebihan (bisa menjadi kurus atau kegemukan), gejala penyakit fisik yang tidak hilang ; seperti sakit kepala, masalah pencernaan (diare, sulit BAB dll), sakit lambung dan nyeri kronis, terkadang merasa berat di tangan dan kaki, energi lemah, kelelahan, menjadi lamban, sulit berkonsentrasi, mengingat, memutuskan.

b. Gejala Psikis

Rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus – menerus, rasa putus asa dan pesimis, rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak berdaya/tidak berguna, tidak tenang dan gampang tersinggung, berpikir ingin mati atau bunuh diri, sensitive, kehilangan rasa percaya diri.

c. Gejala Sosial

Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri, menyendiri, dan malas), tidak ada motivasi untuk melakukan apapun, hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri

BACA JUGA : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Lansia Dengan Hambatan Mobilitas Fisik

4. Macam Gangguan Depresi

Gangguan depresi terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Major Depressive Disorder (MDD)

MDD ditandai dengan kondisi emosi sedih dan kehilangan kemampuan untuk menikmati aktivitas yang biasa dilakukan, bersama dengan gejala di bawah ini yaitu tidur terlalu banyak (10 jam atau lebih) atau terlalu sedikit (sulit untuk tertidur, sering terbangun), kekakuan motorik, kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun drastisatau sebaliknya makan berlebihan sehingga berat badan meningkat drastis, kehilangan energy, lemas, tidak bersemangat, tidak tertarik melakukan apapun, merasa tidak berharga, kesulitan untuk berkonsentrasi, berpikir, dan membuat keputusan, muncul pikiran tentang kematian berulang kali atau bunuh diri.

Gejala-gejala ini muncul hamper sepanjang hari, setiap hari, selama minimal 2 (dua) minggu dan bukan dikarenakan kehilangan yang wajar, misalnya karena suami/istri meninggal. MDD sering disebut masyarakat umumdengan istilah depresi.

b. Dysthymic Disorder (Gangguan Distimik/Distimia)

Merupakan gangguan depresi yang kronis. Individu yang didiagnosis mengalami distimik mengalami kondisi depresif lebih dari separuh waktu dari minimal 2 (dua) tahun. Jadi, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, separuh dari waktu tersebut individu ini mengalami kondisi depresif, minimal mengalami gejala, kehilangan nafsu makan atau sebaliknya, tidur terlalu banyak/terlalu sedikit, merasa diri tidak berharga, kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, merasa kehilangan harapan.

Gejala tidak tampak jelas lebih dari 2 (dua) bulan. Tidak ada episode MDD selama 2 tahun pertama gejala muncul. Gejala yang dialami lebih ringan daripada MDD namun dengan waktu yang lebih lama.

5. Penatalaksanaan Depresi

Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi psikologi, dan dengan pengobatan (obat antiretroviral/ARV). Dilarang keras mengomati diri sendiri dengan alkhohol, merokok yang berlebihan dan narkoba, karena zat yang terkandung di dalamnya dapat meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain. Berikut beberapa cara penanganan depresi :

a. Perubahan pola hidup 

  • Berolahraga

Orang yang menderita depresi mengalami stress, kecemasan, galau, kebingungan dan kegelisahan yang berlarut – larut. Hal ini disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positif yang dapat menghalangi munculnya mood negatif adalah dengan berolahraga.

  • Mengatur pola makan

            Simptom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh, yaitu konsumsi kafein secara berkala, konsumsi sukrosa (gula), kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, C, kalsium, magnesium atau kelebihan magnesium dan tembaga, ketidakseimbangan asam amino, dan alergi makanan.

  • Berdoa

Beberapa orang mempunyai kecenderungan untuk berpaling dari agama dalam memperoleh kekuatan dan hiburan. Dengan berdoa seseorang melakukan dan mengucap rasa syukur kepada Tuhan YME.

  • Memiliki keberanian untuk berubah

Penderita depresi harus memiliki keberanian untuk melewati kegelapan menuju terang, keberanian untuk berubah.

  • Rekreasi

Berjalan-jalan di tempat yang asri, menyejukkan agar tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks dan nyaman. Selain itu, melakukan aktivitas yang menjadi minat sebelumnya seperti, membaca buku, memasak, memancing dll yang bisa membuat penderita menjadi rileks dan nyaman.

b. Terapi Psikologis

  • Terapi Interpersonal

Bantuan psikoterapi bisa dilakukan oleh psikolog dalam jangka pendek yang berfokus kepada hubungan antara orang-orang dengan perkembangan symptom gangguan kejiwaan.

  • Konseling kelompok dan dukungan sosial

Mengunjungi tempat layanan bimbingan konseling. Pelaksaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang konselor professional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil.

  • Terapi humor

Profesional medis yang membantu pasien untuk mempertahankan sikap mental yang positif dan berbagai tawa merespons psikologis dari tertawa termasuk meningkatkan pernafasan, sirkulasi, sekresi hormone, enzim pencernaan, dan peningkatan tekanan darah.

  • Terapi Kognitif (CBT)

Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatif dan keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional. Fokus dalam teori ini adalah mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis menjadi logis.

C. Kesepian

1. Pengertian Kesepian

Kesepian adalah perasaan kurang memiliki hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada (Dayakisni & Hudaniah, 2003). Kesepian merupakan suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasingkan dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno, 2000).

Kesepian merupakan keadaan status psikologi seseorang yang merasa jika hidupnya terasa kosong, tidak dekat dengan lingkungan sosial, yang mengakibatkan kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain dan dapat mengakibatkan hal-hal yang negatif.

Setiap orang pasti pernah mengalami rasa kesepian dalam hidupnya. Tetapi setiap orang berbeda dalam melakukan koping pada hal tersebut. Kesepian biasanya disertai penyebab negatif, yaitu perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasaanyang diasosiasikan dengan sikap pesimis, menyalahkan diri sendiri, dan rasa malu.

Diagnosa keperawatan Risiko Kesepian adalah rentan mengalami yang berkaitan dengan keinginan atau kebutuhan untuk melakukan lebih banyak kontak dengan orang lain (NANDA, 2015). Ditandai dengan pernyataan dari pasien merasa tidak nyaman dengan lingkungannya, tidak ada orang yang dapat mengerti dirinya, merasa hidupnya tidak berarti dan lain-lain.

2. Bentuk-Bentuk Kesepian

Ada dua bentuk kesepian yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu: (Weiss dalam Santrock, 2003)

  1. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini.
  2. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peranperan yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Menurut Young (Weiten & Lloyd, 2006) kesepian dapat dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialaminya, yaitu: 
    • Transcient loneliness yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul sesekali, banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak.
    • Transitional loneliness yaitu ketika individu yang sebelumnya sudah merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami gangguan dalam jaringan sosialnya (misalnya meninggalnya orang yang dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru).
    • Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik.

3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Kesepian

Terdapat individu yang memiliki kecenderungan untuk mengalami kesepian lebih tinggi daripada individu lainnya. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

  1. Kebangsaan
    Penelitian antar budaya menyatakan adanya perbedaan tingkat esepian diberbagai negara atau antara negara barat dengan timur. Masyarakat dinegara timur dianggap lebih merasakan dibandingkan masyarakat negara barat, karena adanya self-serving bias dalan sikapnya.
  2. Status Sosial Ekonomi
    Pendapatan dan pendidikan juga berhubungan dengan kesepian dengan arah negatif, yaitu semakin besar pendapatan atau pendidikan maka semakin tidak merasakan kesepian, dan sebaliknya.
  3. Gender
    Pria yang belum menikah merasakan kesepian lebih tinggi daripada wanita (Pinquart, 2003), namun mereka sulit untuk mengakuinya. Hal ini diteliti oleh Stack pada tahun 2005.
  4. Usia
    Orang yang berusia tua memiliki stereotip tertentu di dalam masyarakat. Banyak orang yang menganggap semakin tua seseorang semakin merasa kesepian.
  5. Status Perkawinan
    Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam Brehm dkk, 2002). Berdasarkan penelitian Perlman dan Peplau; Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm dkk, 2002), menyimpulkan bahwa kesepian lebih merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital relationship) dan ketidakhadiran dari pasangan suami/isteri pada diri seseorang.

Menurut NANDA 2015 terdapat 4 faktor risiko yaitu deprivasi afek, deprivasi emosional, isolasi fisik, dan isolasi sosial

BACA JUGA : Ada 9 Tips Yang Cocok Bagi Perawat Gagal Dalam Lulus Uji Kompetensi Keperawatan

4. Penyebab Kesepian

Menurut Brehm dkk (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kesepian, yaitu:

  • Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang

Menurut Brehm dkk (2002) hubungan seseorang yang tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimiliki. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimiliki, merasa tidak puas dengan hubungan yang tidak adekuat.

Dua kategori pertama dapat dibedakan menurut tipe kesepian dari Weiss yaitu isolasi emosional (being unattached) dan isolasi sosial (alienation).

  • Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan

Menurut Brehm dkk (2002) kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan. Sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi di saat lain hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm dkk, 2002).

  • Self-esteem

Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang berisiko secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus akibatnya akan mengalami kesepian

5. Perasaan Individu Ketika Mengalami Kesepian

a. Desperation (Pasrah)

Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan nekat. Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah:

  1. Putus asa
    Putus asa adalah memiliki harapan sedikit dan siap melakukan sesuatu tanpa memperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain
  2. Tidak berdaya
    Tidak berdaya yaitu membutuhkan bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan sesuatu,
  3. Takut
    Takut yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu, sesuatu yang buruk akan terjadi,
  4. Tidak punya harapan
    Tidak punya harapan yaitu tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukkan harapan,
  5. Merasa ditinggalkan
    Merasa ditinggalkan yaitu ditinggalkan/dibuang seseorang, serta Mudah mendapat kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai baik secara fisik maupun emosional.
  6. Impatient Boredom (Tidak Sabar dan Bosan)
    Impatient boredom yaitu rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka menunggu lama, dan tidak sabar.
  7. Self-Deprecation (Mengutuk Diri Sendiri)
    Self-deprecation yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri.
  8. Depression (Depresi)
    Depression menurut Davison (2004) merupakan tahapan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, serta kurang tidur.

BACA JUGA : Dokumentasi Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)

D. Jatuh

1. Pengertian Jatuh

       Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan tanpa atau kehilangan kesadaran (Darmojo, 2004). Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar di permukaan tanah tanpa disengaja. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanlay&Beare, 2006).

2. Penyebab Jatuh

Darmojo (2004) menyatakan bahwa faktor penyebab jatuh pada lansia ada 2, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik :

a. Faktor intrinsik

  • Sistem saraf pusat

Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) yang mengakibatkan hemiparase sering menyebabkan jatuh pada lansia.

  • Demensia

Lansia dengan demensia menunjukkan persepsi yang salah terhadap bahaya lingkungan, terganggunya keseimbangan tubuh dan apraxia sehingga insiden jatuh meningkat.

  • Gangguan sistem sensorik

Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori, rasa nyeri, dan sensasi. Entropin, ektropoin atau epifora yang menyebabkan gangguan penglihatan sehingga meningkatkan insiden jatuh, tetapi kebutaan tidak meningkat insiden tersebut.

  • Gangguan sistem kardiovaskuler

Hipertensi dan kardia aritmia sering ditemukan pada lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope. Syncop sering menyebabkan jatuh pada lansia.

  • Gangguan metabolisme

Gangguan metabolisme sering mengakibatkan jatuh. Gangguan ini terutama pada gangguan regulasi berupa dehidrasi. Dehidrasi bisa menyebabkan diare, demam, dan asupan cairan yang kurang.

  • Gangguan gaya berjalan

Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan. Keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur tubuh yang baik. Ketiga elemen tersebut merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik bagi setiap individu. Gangguan gaya berjalan dapat disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal dan berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.

b. Faktor ekstrinsik

  • Lingkungan

Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang susah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi rendah dan licin, tempat berpegangan tidak kuat atau tidak mudah dipegabg, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal atau menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah etrgeser, lanati licin atau basah dan penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).

  • Aktivitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada lansia yang melakukan aktivitas biasa seperti berjalan, naik turun tangga dan mengganti posisi. Hanya sedikit sekali lansia yang jatuk karena melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.

  • Obat-obatan

Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan farmakokinetik akibat proses menua dan penyakit juga sering menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Di samping itu, obat dapat menyebabkan konfusi pusing, mengantuk yang dapat menyebabkan keseimbangan dan mobilitas (Perry dan Potter, 2001).

3. Faktor-faktor yang sering dihubungkan dengan jatuhnya lansia

Nugroho (2008) menyebutkan bahwa faktor lingkungan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya jatuh pada lansia, seperti berikut.

  1. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil atau terletak di bawah.
  2. Tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok
  3. Tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, misalnya :
    • Lantai yang tidak datar
    • Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal atau pinggirnya tertekuk dan benda-benda alas lantai yanh licin atau mudah bergeser
    • Lantai yang basah dan licin
    • Penerangan yang tidak baik (kurang terang atau terlalu menyilaukan)
    • Alat bantu jalan yang tidak tepa ukuran, berat, maupun cara penggunaanya

4. Komplikasi Jatuh

Komplikasi menurut Darmojo (2004) adalah sebagai berikut.

  • Perlukaan (injury)

Luka (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.

  • Disabilitas

Adanya disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak.

5. Pencegahan jatuh

Pencegahan jatuh berdasarkan atas faktor resiko yang menyebabkan jatuh, seperti neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan. Berikut akan diuraikan beberapa metode pencegahan jatuh pada lansia.

  • Latihan fisik

Latihan fisik dapat meningkatkan resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obat sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yaitu latihan fisik yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya.

  • Manajemen obat-obatan

Gunakan dosis rendah yang efektif dan spesifik, perhatikan terhadap efek samping dan reaksi obat. Gunakan alat bantu berjalan jika memang diperlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat yang sifatnya untuk jangka waktu lama terutama sedatif dan tranquilsers, dan hindari pemberian obat multiple (lebih dari 4 macam).

  • Modifikasi Lingkungan

Pengaturan suhu ruangan supaya tidak terlu panas atau dingin untuk menghindari pusing akibat suhu. Meletakkan barang-barang yanf memang seringkali diperlukan dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulu. Perhatikan kualitas penerangan di rumah agar tidak sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa dilintasi. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah tangga. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa dilewati. Gunakan lantai yang tidak licin dan atur letak furnitur agar tidak menggangu jalan yang biasa dilewati agar tidak tersandung. Pasang pegangan tangan di tempat yang diperlukan seperti di kamar mandi. 

  • Memperbaiki kebiasaan lansia

Berdiri dari posisi duduk atau jongkok dengan cara yang tidak terlalu cepat dan tidak dengan mengangkat barang sekaligus. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai dan hindari olahraga yang berlebihan.

  • Alas kaki

Hindari sepatu berhak tinggi, tidak berjalan dengan kaos kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan. Memakai alas kaki antislip.

  • Alat bantu berjalan

Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan di fokuskan untuk mengatasi penyebab faktor yang mendasarinya. Pada penggunaannya, alat bantu berjalan memang membantu meningkatkan keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk. Oleh karena itu, penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual. Alat bantu berjalan yang dapat digunakan adalah cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak). Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan menggunakan cane. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat bantu yang cocok adalah four-wheeled walker.

BACA JUGA : Macam Metode Asuhan Perawatan

E. Rencana Keperawatan

F. Referensi

Avers. 2007. What You Need To Know Balance And Falls, diakes pada 20 Maret 2018. Tersedia dari http://www.apta.org/.

Azizah LM. Keperawatan Lanjut Usia. 1st ed. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.

Barak, Y. et al. 2014. Gait Characteristics of Elderly People With a History f Falls: A Dynamic Approach. J Am Geriatr Soc.

Brehm, S. (2002). Intimate Relationship. New York : Mc. Graw Hill.

Bulechek. G, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) (edisi 6). Mosby : Lawa City.

Ceranski, Sandi. 2006. Fall Prevention And Modifiable Risk Factor, diakses pada 20 Maret 2018. Tersedia dari: http://www.rfw.org/AgingConf/2006/Handouts/12_FallPrevention_Ceranki.pdf.

Darmojo, Boedhi. 2004. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Balai. Penerbit FKUI.

Demartoto A. Pelayanan Sosial Non Panti Bagi Lansia Suatu Kajian Sosiologis. Surakarta: Sebelas Maret University Press; 2006.

Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi pertama. Yogyakarta: Deepublish.

Felicia, A. Et al. 2013. Risk Factors For Falls Among Older. Adults: A Review Of The Literatur. Maturitas 75: 51– 61.

Efendi F M. Keperawatan Kesehatan: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

Herdman. H.T & Kamitsuru. S. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015- 2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Kaplan dan Sadock. (2002). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, edisi ketujuh, jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara.

King, M. B. 2009. Dalam: Halter, J. B., Ouslander, J. G., Tinetti, M. E., Studenski, S., High, K. P., Asthana. Falls. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology, 6th edition. McGraw-Hill.

Kring, Johson, Davison & Neale. (2004). Edisi kesembilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Divisi Buku Perguruan Tinggi.

Kring, Johson, Davison & Neale. (2009). Abnormal Psychology. Eleventh edition. Berkeley: John wiley & Sons. 14 ~ Depresi: Ciri, Penyebab Vol. 1 No. 1 Juni 2016

Lowlar, D. Et al. 2003. Association Between Falls In Elderly Women And Chronic Diseases And Drug Use: Cross Sectional Study. B.M.J: 327-712.

Maryam, R, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead. S, Dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) (edisi 5). Mosby: Lowa City.

Nevid, Spencer A. Rathus & Beverly Greene. (2002). Psikologi Abnormal, edisi kelima, jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nugroho W. Keperawatan gerontik & geriatrik. Jakarta: EGC; 2008.

Perry & Potter. 2001. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Setiati, S dan Laksmi, P.W. 2006. Gangguan Keseimbangan, Jatuh dan Fraktur. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-4, jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Stanly, M., Beare, P.G. 2006. Buju Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi kedua. Jakarta: EGC.

Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia [Internet]. [cited 2016 Nov 10]. Available from: www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp).

Undang- Undang Republik Indonesia. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

World Health Organization; Global Health And Aging [Internet] [Internet]. 2011 [cited 2017 Oct 14]. Available from: http://www.who.int/Ageing/Publications/Global_Health.Pdf

(DOK/TM)

BACA JUGA : Asuhan Keperawatan Tercantum Pada SDKI dan SIKI

BACA JUGA : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Lansia Dengan Hambatan Mobilitas Fisik

BACA JUGA : Ada 9 Tips Yang Cocok Bagi Perawat Gagal Dalam Lulus Uji Kompetensi Keperawatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *