banner 728x250

Peran Perawat dalam Menghadapi Pasien dengan Penyakit Terminal : Kanker Serviks

Photo/Freepik.com

Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis penderita (Rasjidi, 2009). Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif (Doyle & Macdonald, 2003)

Pada kondisi terminal, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium terminal suatu penyakit  tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal (Smeltzer & Suzanne, 2001). 

Baca juga : Terapi Psikofarmaka Pada Keperawatan Jiwa

Perawatan terminal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dukungan dan perawatan yang diberikan selama waktu mendekati kematian dimana perawatan tersebut diberikan tanpa menunggu pasien mengalami kegawatan nafas. Salah satu penyebab perawatan terminal adalah penyakit kronis yang membutuhkan hari perawatan yang lama bahkan sampai dengan beberapa bulan (Ichikyo, 2012). Sementara pengertian perawatan terminal menurut Noome, Dijkstra, Leeuen dan Vloet 2015 menyatakan bahwa perawatan terminal adalah sebagai perawatan dan dukungan pelayanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga dengan penyakit serius untuk mengambil keputusan dalam mengakhiri pengobatan.

Titik sentral dari perawatan paliatif adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, sosial, dan spiritual. Pelayanan perawatan terminal yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas sosial-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.

Perawatan terminal menekankan bahwa pelayanan terminal berpijak pada pola dasar, yaitu meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal, tidak mempercepat atau menunda kematian, menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual, berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya, serta berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perawatan terminal adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan dukungan kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal telah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

Source : Freepik.com

Pelayanan perawatan terminal yang diberikan oleh perawat akan memiliki kualitas yang baik apabila asuhan keperawatan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan pasien. Pelayanan tersebut dapat dicapai dengan memperhatikan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki oleh perawat. Pendidikan dan pelatihan tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi (Efendi & Makhfudli, 2015).

Peran perawat dalam perawatan pasien dengan kondisi terminal (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007) : 

  1. Peningkatan kenyamanan

Kenyamanan bagi pasien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan penenangan bagi pasien sakit terminal. Kontrol nyeri penting karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Pemberian kenyamanan bagi pasien terminal juga mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien. 

  1. Pemeliharaan kemandirian

Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dan pasien. Sebagian besar pasien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat pasien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi pasien terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan pasien membuat keputusan.

  1. Pencegahan kesepian dan isolasi

Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap pasien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama pasien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terakhir hidupnya. 

  1. Peningkatan ketenangan spiritual

Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat, pasien sering mencari ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu pasien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. pasien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Pasien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari anggota keluarga. Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, empati, berdoa dengan pasien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.

Baca juga : Bahaya Anemia Pada Ibu Hamil

  1. Dukungan untuk keluarga yang berduka

Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada pasien harus diberikan penjelasan, seperti alat bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan pasien penyakit terminal yaitu:

  1. Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi respon psikologis pasien pada penyakit terminal, sistem pendekatan bagi pasien. Ras Kerud telah mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu riwayat psikososial, banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis, kemampuan koping, tingkat perkembangan, dan adanya reaksi sedih dan kehilangan.

  1. Faktor sosio kultural

Pasien mengekspresikan sesuai tahap perkembangan, pola kultur terhadap kesehatan, penyakit dan kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal.

  1. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi antara lain prognosis akhir penyakit yang menyebabkan kematian, faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian, support dari keluarga dan orang terdekat, hilangnya harga diri karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga pasien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup

  1. Faktor perilaku

Faktor perilaku antara lain respon terhadap pasien, respon terhadap diagnosa, isolasi sosial.

(DOC/TM)

Referensi :

Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford Medical Publications (OUP) 3 rd edn 2003

Ichikyo, M. (2012). The process used by surrogate decision makers to withhold and withdrawal life-sustaining measures in an intensive care environment. Journal Oncology Nursing Forum, 34(2), 331-339.

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Noome, Dijkstra, Leeven & Vloet. (2015). Development of an end-of-life care/decision Pamphlet in the ICU. Chico:California State University.

Rasjidi, Imam. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3. Hal : 103.

White, Latour. (2002) European intensive care: nurses‘ attitudes and beliefs towards end-of-life care. Journal Nursing in Critical Care, 14(3), 110–121.

Smeltzer, S., & Bare. (2001). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical nursing. Philadelphia: Lippincott.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *